Akhir
tahun 2018 menjadi liburan paling seru bagi saya dibanding tahun-tahun
sebelumnya. Mendampingi para siswa berwisata ke seputar tempat-tempat wisata Jakarta
dan Bandung selama empat hari. Selang beberapa hari tamasya religi ke Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Madura selama dua hari. Malam tahun baru mengikuti
serangkaian kegiatan religi hingga keesokan hari baru selesai. Hanya setengah
hari berada di rumah, hari berikutnya harus kembali ke rutinitas sehari-hari.
Alhamdulillah, semua berjalan baik-baik saja, tidak ada yang mengganggu dan
terganggu antara kegiatan satu dengan lainnya. Kesehatan juga tetap prima. Karena
semua dijalani dengan penuh suka cita.
Berbeda
dengan tamasya ke Jawa Barat, kepergian saya ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura
khusus bersama Bapak-Ibu Guru SMP, TK, PAUD, yang bernaung dalam satu yayasan, dan
sejumlah Pengurus Yayasan. Tamasya tidak sekadar mencari kesenangan, tetapi
jauh dari itu ingin mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa dengan berziarah ke
tempat-tempat makam para wali.
Dengan mengendarai bus kami menuju
ke tempat paling dekat, yaitu makam Sunan Kalijaga. Selama satu jam dari
Semarang menuju ke kota Wali, yaitu Demak. Walaupun waktu masih menunjukkan
pukul 09.00, para peziarah sudah banyak. Beruntung salah satu di antara kami mengerti
jalan pintas, sehingga tidak berbarengan melalui pintu utama dengan demikian
berhemat waktu, yang jaraknya dari pintu depan hingga makam kira-kira lima
ratus meter.
lorong menuju ke makam
Sunan Kalijaga
Setelah sekitar satu jam berziarah, kami berangkat menuju ke Tuban. Perjalanan berjalan lancar bahkan tanpa berhenti terlalu lama kecuali ke tempat toilet. Sebab dari keberangkatan kami sudah dibekali makanan dalam box. Sehingga kami makan siang di bus.
Sekitar pukul satu siang, bus sampai di terminal Tuban. Antrean becak dengan tertib berdasar urutan siap mengantar kami dan para wisatawan lain. Melihat pemandangan seperti ini betapa budaya disiplin amat ditegakkan sehingga tidak ada yang saling mendahului dan berebut. Ditambah dengan seragam rompi hijau yang dikenakan para pengayuhnya, menandakan objek wisata dikelola dengan baik.
antrean becak yang tertib
Becak-becak
itu mengantar kami ke masjid Agung Tuban. Selesai dari makam Sunan Bonang kami sempat
diguyur hujan sehingga harus menunggu sesaat. Syukurlah hujan turun tidak begitu
lama. Kami segera menaiki becak menuju ke bus. Ziarah dilanjurkan ke makam
Maulana Ibrahim Asmarakandi (ayah dari Sunan Ampel).
masjid Agung Tuban
|
Malam menyisakan kelelahan.Tapi kami besyukur sebab perjalanan tidak langsung melaju ke makam Syaichona M. Cholil di Bangkalan, Madura. Di Surabaya kami bermalam di rumah salah satu kerabat Pengurus Yayasan. Tidak hanya sajian makan malam, fasilitas rumah yang ada membuat kami, sejumlah peserta satu bus, beristirahat dengan nyaman di kamar-kamar yang disediakan.
jembatan Suramadu |
Badan kembali segar. Saatnya melanjutkan ke Bangkalan, Madura, tepat pukul 05.00 WIB.Pagi hari menelusuri sepanjang jembatan Suramadu, lambat laun melunturkan rasa kepenasaran bagi kami yang belum pernah menapakinya. Setelah beberapa lam sampailah kami di tempat pemakaman Syaichona M. Cholil atau yang dikenal Mbah Kyai Cholil.
masjid Syaichona M. Cholil
|
clurit sebagai suvenir
|
Setelah
puas berada di Madura, perjalanan dilanjutkan menuju ke makam preseiden keempat,
Bapak Abdurrahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur, di Jombang. Suasana menunjukkan hujan baru saja
reda. Jalan-jalan terlihat basah. Ada sejumlah bangunan baru dilingkungan makam,
menurut teman yang sebelumnya pernah ke sana, seperti bangungan bertuliskan
asmaul husna dan museum K.H. Hasyim Asy`ari.
pintu gerbang menuju makam Gus Dur. |
bagungan bertuliskan asmaul husna |
Museum K.H. Hasyim Asy`ari |
Perjalanan
penuh kesan itu harus kami akhiri pada pukul tiga dini hari dengan kembali ke
kota tercinta, Semarang.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar