Ingatkah
Anda dongeng-dongeng yang diceritakan ibu atau ayah menjelang tidur atau dalam
kesempatan-kesempatan santai, saat masih anak-anak? Sehingga sampai dewasa tidak
terlupakan? Seperti dongeng Si Kancil
Mencuri Timun. Dongeng yang diceritakan ibu kepada saya menjelang tidur.Dongeng
itu hingga kini masih selalu terngiang hingga saya dewasa. Si Kancil yang cerdik
hingga berhasil mencuri timun Pak Tani. Tetapi bagaimanapun cerdiknya Kancil,
mencuri adalah perbuatan tidak baik. Maka perbuatan mencuri tidak bisa dibiarkan.
Pak Tani memasang jebakan dengan tumpukan ketimun. Kancil pun terkena jebakan
dan terperangkap ke dalam kurungan atau sangkar. Pesan moral yang terkandung di dalamnya
adalah jangan pernah mencuri kalau tidak ingin celaka karena itu perbuatan
tidak baik.
Begitu
pun dongeng-dongeng cerita rakyat lain, selain menghibur, mengandung pesan
moral atau pendidikan karakter yang baik bagi anak-anak. Tujuannya agar anak-anak
mencontoh perbuatan yang baik,sebaliknya meninggalkan yang buruk. Beragam pesan
moral tersebut diharapkan membawa pengaruh positif pada kehidupan anak. Golden age adalah masa penting bagi
anak, tepatnya pada usia dini atau 0-5 tahun.Oleh
sebab itu Golden age juga dikatakan
masa kritis karena sebagai landasan aspek perkembangan. Pengalaman-pengalaman
yang terjadi masa balita terekam pada bawah sadar dan akan menjadi tuntunan
dalam bersikap pada kemudian hari. Sirkuit emosi terbentuk sejak usia 2 bulan (Miftahul
Wahidah, Kompasiana). Anak mudah mengingat yang kasat mata maupun yang didengar.
Itu sebabnya kenangan masa kecil mudah diingat hingga dewasa.
Keluarga
menurut definisi KBBI adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Dengan demikian
orangtua dan keluarga ikut menentukan masa depan anak. Tidak heran bila
kenangan indah masa kecil juga akan membuat bahagia saat dewasa. Sebaliknya
kenangan pahit dan menyakitkan, terlebih bila yang menyakiti dari anggota keluarga
sendiri, rasa sakit hati dan pedih juga akan terus terngiang hingga dewasa.
Bahkan terkadang sulit untuk membuka pintu maaf.
Pengalaman
masa kecil juga dapat mempengaruhi kepribadian dan karirnya. Seorang anak yang
sejak kecil biasa ditempa dengan kehidupan keras, kelak pada saat dewasa dia akan
menjadi pribadi mandiri. Sebaliknya seorang anak yang terbiasa segala
permintaannya dituruti tanpa diajarkan sikap mandiri, kelak hidupnya banyak
bergantung kepada orang lain. Anak pun kelak akan memilih pekerjaan sesuai
perkembangan kepribadiannya. Oleh sebab itu orangtua harus memberikan
pengalaman-pengalaman baik kepada anak sejak dini, menyangkut mental dan
fisiknya untuk kesuksesan masa depannya.
Demikian
pentingnya masa anak-anak, pemerintah mengadakan Hari Anak Nasional, yang
setiap tahun diperingati pada tanggal 23 Juli. Di samping menjunjung dunia
anak-anak, hal ini secara langsung atau tidak mengingatkan kepada para orangtua
agar memberikan sarana dan prasarana begi kebututuhan masa tumbuh kembang anak
sehingga berkembang dengan baik.
Peran
literasi sangat strategi dalam menentukan tumbuh kembang anak. Sebab di dalam
literasi setidaknya terdapat dua hal kegiatan penting, yaitu membaca dan
menulis. Adler (1967) salah seorang pakar pendidik menyatakan, Reading is a basic tool in the living a
goog live, membaca merupakan alat utama agar seseorang dapat menggapai
kehidupan yang baik.
Sejalan
dengan dampak yang baik dari fungsi membaca, beberapa tahun terakhir pemerintah
menggalakkan literasi di antaranya dengan menyelenggarakan kompetisi dalam
rangka pengadaan buku-buku untuk anak-anak, dari usia balita hingga SD.
Kompetisi itu dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah.Bentuknya lomba
atau seleksi dengan hadiah yang lumayan besar.Hal ini dimaksudkan selain menghargai
penulis, juga merangsang para penulis anak tergerak berkarya sehingga membuat
karya sesuai dengan konteks dunia anak-anak. Kemudian karya-karya terpilih
dicetak menjadi buku-buku. Diharapkan dengan adanya buku-buku dari para
pemenang lomba atau seleksi, anak-anak mendapatkan pengalaman-pengalaman baru
saat atau sedang membaca. Dari seleksi kompetensi buku anak, tahun 2018 saja,
pemerintah menerbitkan lebih dari 100 buah buku.
Gayung
bersambut, para penerbit buku anak pun berlomba-lomba menerbitkan buku-buku di
pasaran, baik buku dengan pembaca anak secara mandiri maupun harus didampingi atau
dibacakan orangtua. Buku-buku itu pada intinya mengajarkan berbagai macam pendidikan
karakter yang diperlukan anak, seperti mandiri, disiplin, peduli sesama, dll, dikemas
dalam berbagai bentuk yang menarik, seperti cerita tentang princes, bentuk cerita fabel dan kehidupan anak-anak pada umumnya.
Sebagian lagi berisi pengetahuan.Jadi, zaman sekarang jika orangtua sibuk bekerja
cukup membeli buku-buku anak yang tersebar di toko-toko buku. Orangtua tidak
lagi susah harus menceritakan dongeng seperti Si Kancil
Mencuri Timum, dan cerita-cerita rakyat lain yang cenderung itu-itu saja,
sebab buku anak yang dijual beragam. Dengan selalu mengajak anak ke toko buku, itu
berarti membudayakan membaca, di samping itu anak bisa memilih buku sesuai
keinginan. Dengan
demikian anak bersemangat pula untuk membacanya.
Ada juga buku-buku yang
mengajak anak melakukan aktivitas seperti mewarnai, menggambar, menghitung, dan
aktivias lain yang intinya membuat anak bermain sambil belajar dengan
mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang berguna. Hal
ini menandakan anak telah melakukan literasi dalam bidang menulis.Orangtua pun
dapat mengembangkan dengan meminta anak menuliskan hal-hal yang dekat dengan
anak. Dalam hal ini orangtua harus sering mengajaknya ke luar rumah mengenalkan
lingkungannya. Dengan mengajaknya ke kebun kemudian menyebutkan satu per satu
bunga yang ada, misalnya, hal ini sudah menambah kosa kata anak. Semakin banyak
anak diberi pengalaman semakin banyak pula kosa kata yang dimiliki. Biarkan
anak mengungkapkan keinginan dalam bentuk tulisan sesuai kemampuannya. Sebab
menulis adalah sebuah proses. Dengan sering menulis mereka akan terampil pada
waktunya.
Saat
mendapatkan pengalaman, tidak hanya indra penglihatan yang bekerja, tetapi juga
indra pendengaran. Pengalaman berkaitan dengan indra penglihatan diungkapkan
dalam bentuk tulisan. Sedangkan indra pendengaran diungkapkan dengan berbicara.
Dengan terus berlatih, lambat laun anak mampu menirukan yang diutarakan orangtuanya
walaupun pengucapannya belum sempurna. Dari satu kata, dua kata, dan terus
berlanjut. Seiring usia anak dapat menyatakan kalimat dan mengerti kata ganti
saya untuk merujuk dirinya, penggunaan kata jamak, awalan dan akhiran, begitu
pun sikap mengkrtik dan memerintah maupun bertanya.
Mari,
kita beri anak-anak dengan pengalaman-pengalaman yang bermanfaat dan berkesan
dengan budaya literasi, agar mereka tumbuh dan berkembang dengan semestinya.
Karena perilaku baik walaupun sebagai kenangan akan memberikan semangat dalam
kehidupan kelak menapaki masa dewasa. Bila anak-anak di negeri ini dibiasakan dengan
budaya literasi dalam keluarganya, tidak mustahil kelak Indonesia menjadi
negera terdepan. Negara dengan masyarakat yang cerdas dan dapat dipercaya.
@@@
Opini ini
telah terbit di koran Analisa, Senin 22 Juli 2019