Iis Soekandar: September 2016

Kamis, 01 September 2016

Cerpen Anak


Meja Lipat 
Oleh: Iis Soekandar

       Bel istirahat berbunyi. Adi dan teman-temannya menuju ke kantin. Saat itu hari spesial bagi mereka.
       “Aku nggak jadi masuk kantin ini,” Alfian yang berjalan paling depan mendadak ke luar lagi begitu sampai di pintu kantin milik Bu Nely.
       “Kenapa sih?!” Sigit tidak mengerti.
       “Ada apa, Al?!” tanya Adi tak kalah bingung.
       Kukuh juga bermaksud bertanya, tapi Alfian lebih dulu menjelaskan.
       “Robby dan kelompoknya duduk di pojok. Sementara kulihat sekilas tidak ada tempat kosong, kecuali bangku dekat mereka. Apa kalian mau jadi bahan ejekannya?” jawab Alfian penuh emosi.
       Hem .... Adi menghela nafas panjang.
       “Kalau itu masalahnya, aku juga tidak setuju. Kita ke kantin lain.” Sigit langsung menimpali.
       “Kalian kenapa sih? Bukankah yang akan mentraktir Kukuh, bukan mereka?” Adi berusaha menengahi.
       “Terserah kamu, Kuh. Pokoknya kalau kamu mau makan nasi kuning, aku pilih makan di kantin lain. Aku bayar sendiri tidak apa. Setiap hari aku diberi uang jajan mamaku.” Putus Alfian.
       “Aku sependapat dengan Alfian. Kamu sendiri gimana, Kuh, dari tadi diam saja? Kamu kan yang akan mentraktir” tanya Sigit.
       Sementara Kukuh yang ditanya malah garuk-garuk kepala walaupun tidak gatal. Tentu saja Kukuh bingung. Sebetulnya dalam hati ia juga tidak suka kelompok Robby. Tapi karena dia yang mentraktir, niat semula menyerahkan acara makan-makan kepada mereka. Tapi akhirnya diputuskan makan di kantin lain.
       Padahal dua kantin lain cuma menjual makanan cemilan. Kalaupun ada nasi, paling nasi  bungkus yang lauk dan sayurnya seadanya. Sementara kantin Bu Nely menjual menu spesial, yaitu nasi kuning, lengkap dengan lauk telur dadar, perkedel kentang, sambal goreng ati, dan kerupuk udang. Tentu saja satu piring harganya mahal. 
       Hari itu Kukuh sedang berulang tahun. Ia bermaksud mengajak teman-teman satu kelompoknya makan-makan. Mumpung makan gratis, tentu pilih yang paling enak. Begitu pikir teman-temannya.Tapi kalau harus bertemu dengan Roby dan kelompoknya, terpaksa mereka mengurungkan niat makan nasi kuning Bu Nely.
       Di kelas ada delapan siswa putra. Tapi mereka berseteru. Yaitu kelompok Adi cs dengan kelompok Roby cs. Mulanya ketiga teman Roby bersikap tidak memusuhi. Tapi karena sering ditraktir Roby dan diberi alat-alat tulis, mereka ikut membenci Adi cs. Sedangkan sisanya, siswa putri rukun.
       Sebetulnya Adi bertetangga dengan Roby. Tapi Roby sombong. Karena kaya ia suka memamerkan baju, sepatu, tas. Ah, pokoknya semua yang dikenakan bermerk dan berharga mahal. Tidak hanya itu, ia tidak segan mengejek yang lain. Itu yang membuat Sigit, Alfian, dan Kukuh tidak suka. Sementara Adi biasanya yang mendamaikan. Adi ingin teman-teman satu kelas rukun. Adi memang anak yang baik. Itu sebabnya teman-teman memilihnya menjadi ketua kelas.
@@@
       Malam ini Adi sedang menyiapkan semua keperluan yang akan digunakan lomba menggambar besok. Meja lipat, pensil, penghapus, penggaris, dan krayon, dipastikan sudah berada di tas. Setelah meraut pensil, ia ke luar untuk membuang sampah. Tempat sampah di kamarnya sudah penuh.
       Di luar, ia melihat Roby dan mamanya seperti kebingungan. Mereka mondar mandir di teras. Rumah Adi dan rumah Roby berseberangan.
       Walau samar-samar, Adi dapat mendengar persoalan mereka. Ternyata meja lipat Roby rusak. Roby teledor. Mama menyalahkannya. Setelah menggunakan ia tidak menyimpannya lagi. Kebetulan ketahuan adiknya yang masih balita. Adiknya mengira, itu tempat duduk lalu diduduki. Maka rusaklah kakinya yang sebelah.  
       Adi yakin, Roby mampu membeli meja lipat paling mahal. Tapi masalahnya, papanya sedang bertugas ke luar kota. Roby tidak punya kakak. Mana mungkin ia berani pergi sendiri. Mamanya juga mungkin enggan ke luar malam.
       Adi teringat sesuatu. Lalu ia mendatangi rumah Roby yang letaknya persis di depan rumahnya.
       “Roby, kalau kamu mau di rumahku masih ada satu meja lipat yang tidak terpakai. Kakakku kan dua. Aku memakai milik Kak Kiki, nah kamu pakai milik Kak Riri. Tapi tentu tidak sebagus punyamu.” Kata Adi bercerita tentang kakaknya yang kembar. Kini mereka duduk di bangku SMP.
       Roby kaget melihat kedatangan Adi. Apalagi Adi datang dengan menawarkan sesuatu yang amat dibutuhkan.
       “Adi, kenapa kamu sebaik ini padaku? Bukankah setiap hari aku dan teman-temanku memusihi kalian?” tanya Roby.
       “Sudahlah, Roby, kita tidak punya waktu banyak. Yang penting kamu mau berjanji pada dirimu sendiri untuk berubah menjadi baik. Aku ambilkan meja lipat itu untukmu ya.” Adi menawarkan.
       “Jangan Adi! Biar aku saja yang ke rumahmu.” Pinta Roby.
       Sebelum Adi mengantar mengambil meja lipat, mama sempat memintakan maaf atas sikap Roby. Saat itu juga Roby berjanji tidak lagi sombong. Besok ia akan mengajak ketiga temannya agar berbuat baik kepada siapapun.
@@@

 Cernak ini telah dimuat di laman Rumah Jamur Kurcaci, Rabu, 31 Agustus 2016