Menggulung Ombak
Awal
perkenalan menarik. Medsos membuat ruang dan waktu tak terbatasi. Lewat temanmu
kau menjalin banyak teman. Walau tak semua merespon. Dia yang lebih dulu
bergabung dengan Path. Kau kaget ketika balasan ucapan selamat ulang tahun dari
seseorang berakun “Initial A”.
“Nama
yang unik, “Initial A”, katamu suatu saat dalam ruang chat khusus.
“Cuma buat seru-seruan aja. Nama
panjangku Adiansyah. Panggil saja Adi. Mahasiswa UGM semester akhir.”
Lalu
tanpa terduga apalagi terencana, semua bergulir begitu saja dalam alunan rima
hati yang senada. Masih dalam ruang Path, tak mengganggu hubunganmu dengan
cowok itu. Bagimu pertemuan tak harus kopi darat dalam tempat dan waktu khusus.
Sampai kau menerima tawarannya berkunjung, sesuatu yang sudah lama kau dambakan
namun tak terungkap. Tidak saja karena kodratmu sebagai cewek yang masih mengagungkan
adat ketimuran, namun ada hal lain yang lebih urgen, tentang pertanyaan-pertanyaan
orang rumah, terutama mama. Kedatangan lawan jenis, terlebih dari luar kota,
pastilah punya niatan khusus.
“Tempat
tinggalmu Kaliwungu sebelah mana?” tanya Adiansyah polos, memastikan jawabanmu
sejujurnya.
"Mmm.. untuk sementara...ketemuannya
nggak di rumah, gimana, Mas? O ya... aku tinggal dekat Pantai Ngebum. Bagaimana
kalau kita ketemuan di Pantai Ngebum. Mas belum pernah ke sana, kan? Sekalian
lihat sunset”
“Kenapa
sih nggak boleh langsung main ke rumah? Keluargamu masih melarang kita
pacaran?”
“Papa
dan Mas Ari sih nggak masalah, tapi Mama pola pikirnya masih jadul. Padahal
kita kan nggak ngapa-ngapain.”
Senyummu
mengembang. Empat larik kata manis tak berkedip kau pandang. Pasir pantai
sebagai saksi, betapa melamar menjadi kunci cinta kasihmu bersama Adiansyah.
Sore itu selesai salat Asar, langkahmu
mengalun pasti menuju Pantai Ngebum seperti yang kau sepakati. Dua jam waktu
yang dijanjikan Adiansyah dari Yogyakarta menuju Kaliwungu bila tak ada aral
melintang. Kau tak berterus terang. Kau buat seisi rumah terheran. Lagi lagi tentang
mamamu. Bersama siapa, ada urusan apa, bertemu siapa. Dengan berdalih sekadar ingin
melihat sunset yang lama tak kau nikmati,
akhirnya mereka membiarkanmu melenggang ke pantai berpasir, tempatmu
menghabiskan masa kecil.
Pukul empat sore yang dijanjikan tepat
menandai pada arloji di pergelangan tanganmu. Dadamu semakin berdegup keras.
Gemuruh suara ombak semakin tak membuatmu tenang. Kau sengaja menatapnya. Demi
menutupi kegundahan, agar tak begitu kentara kau begitu memujanya. Lalu dengan
tiba-tiba dia datang dari samping, menebar senyum yang menawan, khas lesung
pipit di kedua pipi yang dipunya. “Initial A”. Siapa sangka sebentar lagi akan
hadir di hadapanmu. Kau merasa bagai sedang menjadi bintang dalam sebuah
sinetron atau film.
Detik demi detik terlewat, tak ada
respon. Kau mencoba bersabar dan terus bersabar. "OTW to Kaliwungu, Pantai
Ngebum". Itu terakhir postingan-nya.
Hingga sunset menjelang. Hingga tak
kau sadari kakakmu Ari sudah berada di sampingmu, lalu memaksamu untuk bercerita.
“Akan aku hajar cowok itu kalau sampai
berani menelantarkanmu,”
“Adi
tidak seburuk yang Mas sangka!”
“Kamu berlinangan air mata begini masih
mengatakan dia cowok baik?”
Kau diminta baik-baik saja sesampai di
rumah agar mamamu tak semakin menyalahkanmu. Di dalam kamar dadamu sesak. Apa
yang tengah terjadi padanya.
Barulah keesokan hari kau lihat postingan di Path, teman-temanmu ramai
membicarakannya.
“Tidaaaak!
Tidak mungkiiiiiiin!”
Sontak seisi rumah menghampirimu di
dalam kamar. Kau meronta-meronta dan membuang ponselmu. Terbaca di sana semua
mengucap bela sungkawa atas meninggalnya “Initial A” dalam kecelakaan menuju ke
Pantai Ngebum.
Semenjak itu kau rajin ke Pantai Ngebum
untuk memastikan kedatangannya yang tak pernah bertepi.
"Riris, ayo pulang!"ajak mamamu
tiba-tiba dalam kekuatiran yang mendalam.
"Aku janjian sama Mas Adi di sini,
Ma."
"Mas Adimu sudah nunggu di
rumah." Mas Ari yang lalai menjagamu sore itu membujuk sambil menggandengmu.
Barulah kau menurut begitu disebut nama Adi. Empat larik kata manis dan
penantianmu pun menggulung bersama ombak.
@@@
Pantai Ngebum, 17 Agustus 2017
Cerma
ini pernah dimuat di Minggu Pagi, 15 September 2017