Iis Soekandar: Juli 2017

Minggu, 16 Juli 2017

Opini

Pembelajaran Konteks Melalui Medsos


       Hidup pada zaman teknologi canggih dengan informasi serba cepat seperti sekarang, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, menuntut kita menyesuaikan. Keberadaan gawai pun bukan menjadi barang mewah sehingga seperti menjadi suatu keharusan untuk dimiliki. Apalagi akses internet, pasangan tak terpisahkan dengan gawai dalam berkomunikasi dengan media sosial atau medsos, mudah didapat. Baik melalui persaingan paket-paket internet dari berbagai operator dengan harga beragam hingga yang gratis pemanfaatan fasilitas wifi di banyak tempat umum.
       Tak terlepas pada dunia pendidikan. Harga gawai yang beragam dari mahal hingga terjangkau masyarakat ekonomi bawah, membuat siswa juga tergerak memiliki. Disamping sebagai `gaya-gayaan` agar tidak dibilang tertinggal dari teman-temannya yang sudah memiliki, keberadaan medsos seperti WA dan BB, memiliki fungsi tersendiri sebagai pembentuk komunitas. Dengan demikian bila mereka tidak memiliki gawai dan internet akan tertinggal berita dari teman-temannya.
       Momen ini baik sekali dimanfaatkan oleh guru Bahasa Indonsia, sebagai pembelajaran konteks atau situasi. Sebab memberi komen atau membuat status di medsos berkaitan dengan salah satu keterampilan berbahasa, yaitu menulis. Walaupun tulisan yang mereka tulis hanya berupa frasa atau kumpulan kata, tetap tidak terlepas dari aspek keterampilan menulis, apalagi berupa kalimat. Terlebih bahasa tulis lebih mudah direvisi dibanding bahasa lisan. Sebab bahasa tulis dapat dibaca kembali, sehingga memungkinkan pula diperbaiki.
       Dengan tidak mengurangi nilai keberadaan surat, dalam kondisi tertentu, kehadiran medsos justru lebih efektif, mudah, dan cepat dibanding surat. Tentu saja bukan surat yang bersifat dokumen. Siswa diminta memberi kabar, ditujukan khusus kepada guru Bahasa Indonesia bila mereka berhalangan hadir pada saat ada jadwal pelajaran bahasa Indonesia. Walaupun mereka telah meminta izin kepada wali kelas atau pihak sekolah. Media sosial dipilih sesuai kesepakatan, yang terpenting antara guru dengan siswa mudah mengakses. Bagi siswa yang mengirimkan izin, diberi hadiah tambahan nilai, kelak jika mereka ulangan atau saat pemberian tugas. Dari hal tersebut guru mengetahui mereka berminat meningkatkan keterampilan menulis. Siswa yang telah memberi kabar dan tulisannya sudah benar menurut kaidah bahasa ada tambahan nilai lagi.
         Sebagai contoh saya sering membaca permintaan izin "saya  ijin bu, sdg sakit" terkesan ditulis terburu-buru dan asal menulis. Isi dari kalimat itu sudah tersampaikan, yaitu siswa izin karena sedang sakit. Tetapi menurut kaidah bahasa, ada beberapa penulisan yang tidak sesuai dan kurang tanda baca. Kata "saya" karena di depan kalimat, maka huruf "s" ditulis kapital, yaitu "S". Kata "ijin" ejaan yang benar adalah "izin", begitupun "bu" ditulis "Bu" karena "bu" termasuk kata sapaan. Lalu sebelum "bu" dibubuhi tanda baca koma (,). Begitupun "sdg" seharusnya ditulis "sedang" sebab "sdg" bukan merupakan singkatan. Karena kalimat itu jenis berita, bukan kalimat tanya atau kalimat perintah, pada akhir kalimat atau setelah kata "sakit" dibubuhi tanda baca titik (.). Jadi kalimat izin tersebut penulisan yang benar adalah  "Saya izin, Bu, sedang sakit."
       Pembahasan ini disampaikan di depan kelas di sela-sela pembelajaran, saat siswa yang bersangkutan mengikuti pelajaran kembali. Disamping sebagai pembelajaran siswa tersebut, juga bagi siswa-siswa lain agar tidak mengulang kesalahan sama. Dan guru tidak bosan mengingatkan agar mengirim pemberitahuan bila mereka berhalangan hadir. Toh ini menyangkut pemberitahuan ketidakhadiran mereka mengikuti pelajaran di kelas. Jadi tidak ada salahnya bila disampaikan dengan bahasa dan tulisan yang benar pula. Satu sisi akan meringankan kerja guru berkaitan dengan kaidah bahasa, terutama pemakaian ejaan dan tanda baca.
       Bila siswa sudah terbiasa menulis permintaan izin dengan benar, tidak menutup kemungkinan mereka juga tertib menulis dalam komunitas medsos yang lebih luas. Hal ini cepat atau lambat, secara langsung atau tidak, dimungkinkan berdampak pula pada masyarakat umum, setidaknya yang tergabung dalam medsos tersebut. Dengan membaca tulisan siswa yang benar, diharapkan kelak mereka meniru dengan menulis tulisan yang benar pula.
@@@
Opini ini pernah dimuat di harian SOLOPOS Minggu, kolom Edukasi, 16 Juli 2017

Kamis, 06 Juli 2017

Esai

Arak-Arakan Semarakkan Takbiran

Oleh: Iis Soekandar


    Kami berbahagia tinggal di kompeks yang masyarakatnya menganut agama Islam yang kuat. Sehingga setiap hari besar Islam selalu dimeriahkan. Di antaranya saat Lebaran tiba.
     Dalam penanggalan Hijriah pergantian tanggal dan hari setelah pukul 6 malam. Berbeda pada penanggalan Romawi berganti baru pukul tengah malam. Maka setelah puasa Ramadhan memasuki hari terakhir, tepatnya setelah buka puasa terakhir, malam Lebaran pun tiba.
     Malam Lebaran terkenal pula dengan malam takbir. Sebab pada saat itu disunnahkan mengucapkan kalimat takbir. Di daerah kami malam takbir adalah saat yang ditunggu-tunggu. Sebab malam itu kami akan melihat arak-arakan. Arak-arakan tidak hanya menampilkan anak-anak kecil berkeliling kompleks sambil mengumandangkan kalimat takbir dan menabuh bedug, sebagaiman yang terjadi di daerah lain pada umumnya.
     Hal yang istimewa dari arak-arakan itu karena dipamerkan hasil kreasi dari masyarakat setempat. Sebagaimana yang terlihat pada karnaval menyambut hari Kemerdekaan RI. Hanya kali ini lebih bernuansa agamis. Kampung-kampung di seputar kompleks diminta partisipasi membuat hasil karya. Setiap hasil karya didanai sebesar Rp 350.000,00 oleh masjid tempat kami bernaung. Tentu tidak menutup kemungkinan mereka nombok bila biaya yang dibutuhkan melebihi dari sumbangan dana. Tim kreatif dari setiap kampung tentu berlomba ingin menyumbangkan hasil terbaik untuk memeriahkan malam takbir. Mereka harus bekerja keras, apalagi waktu yang diberikan tahun ini hanya dua hari.
      Hasil kreasi itu ada yang berupa replika masjid, sebagaimana yang dibuat oleh tim kreatif dari kampung tempat saya tinggal. Tim kreatif membuat replika berbentuk masjid, sebagai lambang pusat peribadatan umat Islam. Bahan utamanya dari styrofoam kemudian di pinggir masjid dihiasi dengan tanaman dan rerumputan dari bahan plastik. Penampilan masjid menjadi hidup setelah ditambah lampu di sana sini. Maka untuk menghidupkan lampu, mereka harus menyediakan genset selama arak-arakan berlangsung.
      Hasil kreasi dari kampung-kampung lain ada yang berupa boneka doraemon, boneka seorang Bigbos yang sedang memegang tasbih, mungkin sebagai perwujudan keinginan dari masyarakat agar orang kaya selalu bertasbih dan selalu ingat kepada Tuhan, sehingga tidak melakukan tindakan asusila, seperti mengorupsi uang rakyat. Ada juga boneka warak, binatang yang menjadi ikon kota Semarang yang selalu dimeriahkan menjelang puasa Ramadhan tiba. Lalu bangunan bulan sabit dengan tulisan Al Asmaa Ul Khusna di dalamnya, dan tentu semua boneka dan bangunan itu dalam ukuran besar.
     Hasil kreasi itu diarak dari kampung masing-masing lalu berhenti di alon-alon masjid dengan iringan gema takbir dan kembang manggar. Masyarakat pun berkumpul menunggu hasil kreasi yang beraneka ragam. Zaman yang semakin maju tidak kami sia-siakan. Berbagai android dengan beragam harga dari yang mahal hingga terjangkau, membuat kami banyak pula yang memiliki. Jadi kami tidak hanya menonton, melainkan juga selfie-selfie di depan hasil kreasi sebelum mereka di arak keliling kompleks.
     Tidak hanya anak-anak, remaja, orang dewasa, dan orangtua berkumpul untuk menyaksikan arak-arakan. Bahkan banyak pula masyarakat dari luar kompleks yang hadir dan ikut memeriahkan. Sebagian dari mereka ikut berjalan mengikuti arak-arakan.
     Sebelum keliling kompleks, terlebih dahulu diawali sambutan dari takmir masjid. Setelah itu letusan petasan terdengar beberapa kali. Barulah arak-arakan mulai berjalalan. Mereka berjalan seputar kompleks. Sedangkan bagi penduduk yang enggan datang ke alon-alon masjid, cukup menunggu di depan kampung atau di pinggir-pinggi  jalan hingga arak-arakan lewat.
     Sambil melantunkan takbir, tabuhan bedug, kami berjalan mengarak hasil kreasi. Gema tekbir pun terdengar dimana-mana. Tidak hanya kami yang mengikuti arak-arakan, yang berdiri di depan kampung dan pinggir-pinggir jalan juga ikut bertakbir. Kami berjalan mengelilingi kompleks dengan penuh suka cita. Apalagi khusus bagi anak-anak kecil setelah berkeliling dibagikan snack dan air mineral.
     Ada sesuatu yang hilang dalam hati, saat tanpa kami sadari, langkah kaki menapaki kembali alon-alon masjid. Itu berarti kami harus menunggu satu tahun ke depan untuk kembali menikmati arak-arakan dengan hasil kreasi.
@@@
Esai ini terpilih sebagai pemenang cong ad edisi harian, lomba blog cerita Lebaran, Kompas Klasika, dimuat 30 Juni 2017 

Rabu, 05 Juli 2017

Cernak

Boneka Lili
Oleh: Iis Soekandar


       Sore ini Lili bersemangat ke rumah Reni. Ia menunggu Nanda di teras rumah. Sepulang sekolah tadi Reni berjanji akan memperlihatkan boneka barunya. Lili, Reni, dan Nanda selain teman sekelas juga tetangga.
      "Ayo, Li, kita ke rumah Reni sekarang," teriak Nanda dari depan pagar rumah. Nanda juga ingin sekali melihat boneka baru Reni.
      Kemudian Lili dan Nanda ke rumah Reni.Ternyata Reni sudah menunggu di teras rumah.
      "Wah, bonekamu bagus. Warnanya serba pink, baju, sepatu, tas," kata Nanda sambil memperhatikan boneka yang berdiri di samping Reni. Mereka duduk di lantai.
      "Rambutnya coklat keemasan," sambung Lili.
      "Ini namanya boneka barby. Boneka barby terkenal dengan warna pink. Makanya baju, sepatu, tas, semua warna pink, "jelas Reni.
       Tidak henti-hentinya Lili dan Nanda memperhatikan boneka barby. Tidak terasa sudah hampir magrib. Lili dan Nanda pulang.
       Semenjak Reni membeli boneka baru, setiap sore Lili dan Reni datang. Mereka bermain boneka barby secara bergantian.
       Lili kaget ketika suatu sore melihat Nanda juga membawa boneka.
      “Wah, kamu sekarang juga punya boneka,” ungkap Lili. Diam-diam dia iri. Sekarang tinggal dirinya yang tidak memiliki boneka.
      “Iya, aku dibelikan Ayah tadi malam,” cerita Nanda senang.
       Mereka menuju ke rumah Reni. Kalau saja bapak masih ada, aku bisa minta dibelikan boneka. Ungkap Lili sedih dalam hati. Hasil dari pekerjaan ibu hanya cukup untuk membiayai sekolah dan makan sehari-hari. Maklumlah bapak sudah meninggal karena kecelakaan dua tahun lalu. Semenjak itu ibu menjadi tulang punggung. Pekerjaan ibu sebagai penjahit.
       Tidak lama Lili dan Nanda tiba di rumah Reni. Reni tak kalah senang melihat Nanda membawa boneka. Kini boneka barby ada temannya.
       "Wah, bonekamu bagus, bisa menangis dan tertawa," tukas Reni terheran.
       "Kok bisa begitu?” tanya Lili penasaran.
      “Di punggung boneka ini ada tombolnya. Kalau tombol digeser ke kanan menangis kalau digeser ke kiri tertawa, dan kalau tombol ini di tengah berarti dia diam,” jelas Nanda.
       Lili dan Reni manggut-manggut. Nanda menamai bonekanya, Putri.
       “Sekarang, tinggal kamu, Li, yang belum punya boneka,” kata Reni yang diiyakan Nanda. Lili menanggapi dengan senyum.
"Iya, nanti sampai di rumah aku minta sama Ibu agar dibelikan boneka," jawab Lili.        Padahal ia tahu, ibu tidak mungkin membelikannya boneka.
       Sampai di rumah, Lili murung. Ibu yang sedang sibuk menjahit baju menghentikan pekerjaannya. Ibu pun bertanya mengapa Lili sedih. Kemudian Lili bercerita.
       "Jadi kamu ingin boneka, Li," tukas ibu."Besok ketika kamu bermain lagi dengan Reni dan Nanda, kamu juga sudah membawa boneka," janji ibu.
       "Benar, Bu? Ibu akan membelikan Lili boneka?" tanya Lili tidak percaya.
      “Lihat saja besok.”
@@@
      Keesokan hari ketika Lili keluar dari kamar, ibu menyapa. Lili baru saja selesai mandi sore.
     "Hai, Lili, apa kabar? Aku Nita, kenalkan, ini Meong, kucingku. Apakah kamu suka buah strowbery?" cerita ibu sambil memainkan boneka Nita, boneka kucing, dan boneka strowberry. Boneka-boneka itu dipasangkan pada jari-jari ibu. Boneka itu ibu buat dari kain perca.
     "Ibu, bonekanya lucu sekali," tukas Lili lalu mengambil boneka-boneka itu dari jari-jari ibu.
       Tidak lama Nanda datang mengajaknya ke rumah Reni. Lili sengaja membuat kejutan. Ia menyimpan boneka-bonekanya dalam saku baju.
       Tiba di rumah Reni, Lili pura-pura ke kamar mandi. Setelah keluar...
       “Hai, Putri, Barby, salam kenal. Namaku Nita. Kenalkan ini Meong, kucingku. Aku suka makan buah strowberry. Apakah kalian mau buah stowberry?” cerita Lili sambil memainkan boneka yang dipasangkan pada jari-jarinya.
      Reni dan Nanda terkejut.
     “Ternyata Lili sekarang juga punya boneka,” kata Nanda setengah berteriak.
     “Bonekanya unik,” tambah Reni.
     Karena penasaran, Reni dan Nanda memasangkan boneka-boneka itu pada jari-jari mereka secara bergantian.
     Lili tidak menyangka boneka buatan itu tidak kalah menarik dengan yang dijual di toko.
@@@
Cernak ini pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 5 Juli 2017






Minggu, 02 Juli 2017

Budaya

Tradisi Syawalan

Oleh: Iis Soekandar


       Syawalan adalah sebuah tradisi yang diadakan sepekan atau seminggu setelah hari raya Lebaran. Jatuh pada tanggal berapa Syawal, tergantung pula kapan merayakan Lebaran. Ada yang merayakan Lebaran tĂ nggal 1 Syawal, ada yang tanggal 2 Syawal, bahkan ada yang  tanggal 3 Syawal.
    Sebagian orang Jawa menyebut Syawalan dengan Bodo Cilik atau Bodo Kupat. Bodo dari kata bakdo(Jawa) yang artinya setelah. Cilik(Jawa) artinya kecil. Jadi Bodo Cilik dimaknai Lebaran kecil karena telah menempuh puasa sunnah enam hari. Sedangakan Lebaran besar setelah menjalani puasa Ramadhan sebanyak 29 atau 30 hari, sesuai penanggalan. Sementara makna kupat(Jawa) dari kata ketupat bermakna lepat atau terlepas dari kesalahan setelah saling memaafkan. 
     Pada Bodo Kupat atau Bodo Cilik bagi orang Jawa yang masih melaksanakan tradisi Syawalan memasak ketupat dengan lauk opor ayam dan sambal goreng.
      Ketupat adalah makanan dengan bahan dari beras untuk nasi. Sebagaimana orang membuat lontong. Bedanya lontong berbentuk panjang dan dibungkus dengan daun pisang sedangkan ketupat berbentuk segi empat, dibungkus daun kelapa muda atau janur(Jawa) dengan cara dianyam. Meskipun ada yang membuat ketupat dengan bentuk burung, segitiga, atau yang lain, pada umumnya ketupat berbentuk segi empat. 
      Zaman sekarang karena ingin praktis orang membeli tempat ketupat berupa selongsong atau janur sudah dibentuk segi empat, jadi tidak lagi menganyam sendiri. Sehingga beras tinggal diisikan. Setelah semua selongsong terisi beras, masing-masing hingga setengah,adonan direbus sampai kira-kira lima jam. Setelah ketupat matang kemudian dingin tinggal diiris-iris lalu disantap dengan lauk opor ayam dan sambal goreng.
     Namun sebagian lagi orang merayakan Syawalan dengan membuat lepet. Sebagaimana ketupat, lepet bermakna lepat(Jawa) atau terlepas. Jadi semua kesalahan sudah terlepas karena sudah saling meminta maaf. 
     Berbeda dengan ketupat yang harus disantap dengan lauk karena termasuk makanan berat, lepet sejenis kue. Lepet dibuat dari bahan beras ketan dicamur parutan kelapa dan garam secukupnya. Lepet juga dibungkus dengan daun kelapa muda atau janur,sebagaimana ketupat. Bentuknya memanjang hampir sama seperti lontong. Bedanya, lontong disemat dengan lidi pada kedua ujungnya sedangkan lepet diberi 2 atau 3 tali rafia pada bagian tengahnya untuk mengikat agar adonan tetap menyatu. Setelah semua selesai dibungkus, adonan dimasak hingga 5 jam. Setelah matang maka lepet yang rasanya gurih siap disantap.
     Maka apapun hidangannya, ketupat atau lepet, yang terpenting adalah kita sudah saling memaafkan demi meyongsong hari depan untuk terus berkarya. Selamat merayakan Syawalan!
@@@