Saya
dan rombongan tiba di daerah Nyatnyono, Ungaran, Kabupaten Semarang, saat waktu
jelang pukul dua belas siang. Suasana pegunungan, berkebalikan dengan di daerah
saya tinggal, yang pasti sedang terik. Sesekai dedaunan pepohonan sekitar melambai-lambai.
Para pedagang bakso di depan gerobak-gerobaknya, berjejer menunggu kami, dan
memanggil-manggil agar membeli. Makanan familiar, berbahan dan berbumbu simpel
itu, cocok disantap pada suasana dingin.
Saya
berburu spot foto yang ciamik. Sebuah kesenangan tersendiri ketika saya tamasya
ke alam bebas, di daerah tinggi. Saya bisa melihat daerah bawah. Dari ketinggian, saya bebas memotret laut,
pantai, pepohohan, lalu lintas perkotaan, atau sekadar genting-genting rumah-rumah
penduduk.
Beberapa
kali saya memotret lancar, mendapatkan pemandangan bagus dan gambar terang. Selanjutnya,
hasil cepretan buram. Apakah ada masalah dengan kamera ponsel saya?
“Ada
kabut!” celetuk seorang teman, juga gagal mengambil foto. Kemudian ia berlalu.
Kabut
menutup hal-hal sekitarnya, sebagaimana perjumpaan saya dengan seorang wanita
di ruang religi, setelah menunggu kabut tak kunjung pergi. Kami duduk bersila
di depan pusara seorang wali, berharap rahmat dan berkahnya yang meluber, jatuh
kepada kami. Kemudian hajat-hajat kami dikabulkan. Kami hanya dipisahkan
beberapa dudukan, tanpa seorang penghalang. Walaupun sinar lampu ruangan
temaram, dan saya melihatnya dari samping, tampak hidungnya mancung, matanya bulat
lebar, postur tubuhnya tinggi. Setelan gamis-celana dan kerudungnya, semua berwarna
pink, tak selaras dengan keadaannya. Kabut telah menutup kebahagiaannya. Sejak
saya berjumpa, hingga kami sama-sama beranjak keluar ruang, ia terus menangis.
Tangisnya
begitu dalam menunjukkan derita yang sedang menimpanya. Mungkinkah ia
dikhianati suaminya, padahal ia tulang punggung keluarga, terlihat
penampilannya yang rapi layaknya seorang pegawai? Atau ia sedang menjalin
hubungan dengan lawan jenis, dan jelang pernikahan, nyawa teman dekatnya itu
terenggut? Atau peristiwa-peristiwa lain yang memilukan? Entahlah.
Ingin
rasanya saya mengulurkan tangan. Setidaknya sebagai pendengar sesak hatinya
jika saya tak mampu memberikan solusi. Namun, ada kabut di antara kami.
Saya
mengikuti rombongan dan keluar ruangan, begitu pun wanita itu. Saya kembali ke spot
foto. Kabut menebal. Saya turun mengikuti langkahnya, merasa bersyukur masih
bisa mencari spot foto bagus, lain kesempatan.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar