Iis Soekandar: Kabut

Kamis, 29 Mei 2025

Kabut

                                                                             

          Saya dan rombongan tiba di daerah Nyatnyono, Ungaran, Kabupaten Semarang, saat waktu jelang pukul dua belas siang. Suasana pegunungan, berkebalikan dengan di daerah saya tinggal, yang pasti sedang terik. Sesekai dedaunan pepohonan sekitar melambai-lambai. Para pedagang bakso di depan gerobak-gerobaknya, berjejer menunggu kami, dan memanggil-manggil agar membeli. Makanan familiar, berbahan dan berbumbu simpel itu, cocok disantap pada suasana dingin.

Saya berburu spot foto yang ciamik. Sebuah kesenangan tersendiri ketika saya tamasya ke alam bebas, di daerah tinggi. Saya bisa melihat daerah bawah.  Dari ketinggian, saya bebas memotret laut, pantai, pepohohan, lalu lintas perkotaan, atau sekadar genting-genting rumah-rumah penduduk.

Beberapa kali saya memotret lancar, mendapatkan pemandangan bagus dan gambar terang. Selanjutnya, hasil cepretan buram. Apakah ada masalah dengan kamera ponsel saya?

“Ada kabut!” celetuk seorang teman, juga gagal mengambil foto. Kemudian ia berlalu.

Kabut menutup hal-hal sekitarnya, sebagaimana perjumpaan saya dengan seorang wanita di ruang religi, setelah menunggu kabut tak kunjung pergi. Kami duduk bersila di depan pusara seorang wali, berharap rahmat dan berkahnya yang meluber, jatuh kepada kami. Kemudian hajat-hajat kami dikabulkan. Kami hanya dipisahkan beberapa dudukan, tanpa seorang penghalang. Walaupun sinar lampu ruangan temaram, dan saya melihatnya dari samping, tampak hidungnya mancung, matanya bulat lebar, postur tubuhnya tinggi. Setelan gamis-celana dan kerudungnya, semua berwarna pink, tak selaras dengan keadaannya. Kabut telah menutup kebahagiaannya. Sejak saya berjumpa, hingga kami sama-sama beranjak keluar ruang, ia terus menangis.

Tangisnya begitu dalam menunjukkan derita yang sedang menimpanya. Mungkinkah ia dikhianati suaminya, padahal ia tulang punggung keluarga, terlihat penampilannya yang rapi layaknya seorang pegawai? Atau ia sedang menjalin hubungan dengan lawan jenis, dan jelang pernikahan, nyawa teman dekatnya itu terenggut? Atau peristiwa-peristiwa lain yang memilukan? Entahlah.  

Ingin rasanya saya mengulurkan tangan. Setidaknya sebagai pendengar sesak hatinya jika saya tak mampu memberikan solusi. Namun, ada kabut di antara kami.

Saya mengikuti rombongan dan keluar ruangan, begitu pun wanita itu. Saya kembali ke spot foto. Kabut menebal. Saya turun mengikuti langkahnya, merasa bersyukur masih bisa mencari spot foto bagus, lain kesempatan.

@@@


              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar