Iis Soekandar: Mengenang “Kematian yang Direncana”

Selasa, 04 Agustus 2020

Mengenang “Kematian yang Direncana”



       Salah satu tugas guru selain kegiatan utama, mengajar, di antaranya menjadi wali kelas. Tetapi tidak setiap guru berkesempatan menjadi wali kelas. Tergantung situasi dan kondisi, kemampuan guru, jumlah guru, dan hal-hal lain. Karena setiap sekolah mempunyai kondisi yang berbeda.

Menjadi wali kelas berarti menjadi orangtua sebagaimana siswa di rumah. Jadi bisa dibayangkan menjadi orangtua bagi peserta didik sebanyak satu kelas. Jumlahnya puluhan. Sementara mendidik anak kandung hanya satu-dua orang.

            Jika menemui orangtua yang kooperatif, kerja sama antara kedua belah pihak, guru dengan orangtua, menjadi mudah. Permasalahan peserta didik pun mudah terselesaikan. Tetapi kenyataanya, tidak semua orangtua peduli permasalahan anaknya sendiri. Terutama bagi keluarga ekonomi bawah. Alih-alih ikut menyelesaiakan masalah, orangtua ikut menyumbang masalah. Ada juga yang nyata-nyata melempar masalah ke sekolah, lepas tanggung  jawab. Alhasil wali kelas dan guru BK menjadi tumpuan masalah.

            Mungkin teman-teman pernah mengalami seperti yang saya alami.   Namun saya berusaha menanggapi positif setiap hal. Termasuk jika saya ditunjuk menjadi wali kelas, dengan segala suka dukanya. Di antaranya jika menemui keluarga yang bermasalah tadi. Setiap permasalahan selalu menarik untuk dibuat cerita. Dari sudut pandang mana pun. Cerita anak, cerita remaja, cerita dewasa, juga artikel. Pengalaman itu saya tulis. Maka jadilah cerpen “Kematian yang Direncana”.

            Salah satu unsur ekstrinsik(di luar karya) cerpen adalah latar belakang pengarang. Begitu pun dalam cerpen “Kematian yang Direncana”. Cerpen ini bertutur tentang seorang guru saat menghadapi orangtua yang keras kepala dan kasar. Hingga ketakutannya berlebihan. Mungkin karena ia seorang wanita sementara yang dihadapi orangtua lelaki. Hal lain didasarkan pada pengalamannya yang pernah menghadapi orangtua tersebut, dulu saat anaknya sebagai peserta didik baru. Waktu itu tidak segan membawa benda tajam untuk menyelesaikan masalah. Tentu menjadi hal tabu dalam dunia pendidikan yang sarat muatan pendidikan karakter. 

            Bagaimana mungkin ada kekerasan ditambah dengan adanya benda tajam. Dalam menghadapi peserta didik, siapa pun orang-orang di sekitarnya, selayaknya memiliki sikap mandiri, gotong royong, nasionalis, relegius, dan sikap-sikap terpuji lain.  

                                                                             

Nyaris terlupa bahwa saya pernah menulis cerpen ini. Saya menulisnya beberapa tahun lalu. Kemudiaan saya ajukan saat mengikuti Pelatihan Menulis Cerpen 2019 oleh Balai Bahasa Jawa Tengah. Tentu setelah mengalami perubahan di sana sini menyesuaikan perkembangan zaman. Pelatihan berlangsung selama satu bulan. Setiap peserta diwajibkan mengumpulkan satu karya pada akhir pelatihan.

Realisasi penerbitan menjadi buku antologi membutuhkan proses lama. Kira-kira satu tahun. Kami harus menunggu semua karya terkumpul kemudian dicetak. Mungkin karena kesibukan masing-masing setelah pelatihan selesai. Sementara setiap karya yang diajukan harus melewati revisi mentor. Belum lagi mengirim ulang hasil revisi. Panitia harus mengumpulkan hasil karya semua peserta sebanyak 42 orang. Salah satu judul cerpen peserta dipilih menjadi judul buku antologi, Bunga Memerah Kumbang Menari.

            Senang dapat berkontribusi dengan teman-teman yang pernah belajar bersama menulis cerpen. Ternyata persahabatan kami tidak hanya selama mengikuti pelatihan. Sampai sekarang kami masih bersilaturahmi. Karena situasi dan kondisi tentu tidak bisa lagi bertatap muka. Apalagi peserta tidak hanya dari Semarang. Banyak juga yang dari luar kota. Satu sisi maraknya medsos membuat jarak dan waktu tak terhalangi. Kami saling memberi semangat, informasi, atau sekadar berkirim kabar melalui grup Whats App. Dan berharap persahabatan ini berlangsung selamanya.

            Menulis adalah sebuah proses. Zaman terus berkembang. Dengan menjadi insan yang terbuka, selalu menambah ilmu, sangat berguna untuk menghasilkan tulisan-tulisan yang bernas, bermanfaat, sekaligus menghibur bagi siapa pun yang membaca. Dengan menulis dapat pula ikut mencerdaskan bangsa.

Yuk, menulis!

@@@


Tidak ada komentar:

Posting Komentar