Ngooogh…
ngoooogh… ngoooogh… begitu sambutan suara ketika saya memasuki arena peternakan
sapi. Seakan menyatakan ucapakan selamat datang.
Sering
minum susu sapi menggelitik saya mendatangi peternaknya. Kebetulan mendapat
info ada kelompok ternak sapi perah di Semarang. Meski letaknya jauh dari pusat
kota. Lokasinya dapat dijangkau dengan menaiki bus Trans Semarang yang daerah
operasionalnya hingga ke pelosok-pelosok kota. Mumpung liburan, saya berkunjung
ke sana.
Dari
pusat kota menaiki bus Trans Semarang jurusan Ungaran, turun Terminal Sisemut,
dengan ongkos Rp4.000,00 jauh dekat. Kira-kira membutuhkan waktu satu jam. Setelah
sampai di terminal naik angkutan isuzu menuju arah Gunung Pati dengan membayar
ongkos Rp3.000,00. Penduduk setempat mengetahui letak pusat ternak sapi perah,
termasuk sopir angkot. Peternak-peternak sapi itu tergabung dalam satu
kelompok. Mereka berada di satu perkampungan. Jadi, saya tinggal mengatakan
kepada sopir agar diturunkan di pusat sapi perah. Seperempat jam kemudian
sampailah di daerah menuju tempat tujuan.
Dibutuhkan
waktu dan tenaga ekstra berjalan kaki kira-kira setengah kilometer menuju
arena. Apalagi jalannya naik turun. Yah, sekalian berolah raga jalan sehat, menghirup
udara pagi sambil menikmati hangatnya sinar matahari. Suasananya lengang begitu
saya melewati pintu gerbang. Sesekali melintas kendaraan roda dua. Mereka pengunjung
yang membeli susu sapi. Ternyata saya datang kesiangan. Seorang peternak yang
saya datangi, jualannya hanya tersisa lima kantung plastik berisi satu liter
setiap kantungnya. Syukurlah, saya masih kebagian. Seliter seharga Rp10.000,00.
Di samping lebih murah, yang pasti rasanya masih asli. Dibanding susu sapi yang
saya beli di lingkungan tempat tinggal. Pembeli di sini tidak hanya perorangan,
tetapi juga penjual-penjual susu sapi dari pusat kota. Mereka mengambil pesanan
pagi buta.
Sambil
beristirahat kami berbincang-bincang seputar ternak sapi perah. Sapi-sapi
tersebut diperah susunya dua kali sehari, pagi dan sore. Menghasilkan susu sapi
sepuluh liter atau lebih per hari. Yang diperah tidak sembarang sapi, melainkan
sapi berjenis kelamin perempuan dan sudah pernah melahirkan. Walupun perempuan
dan sudah tua, kalau belum pernah melahirkan, sapi tersebut belum bisa
menghasilkan susu. Demikian penjelasan peternak sapi.
Sebagaimana
manusia yang sedang menyusui, sapi-sapi perah harus diambil susunya dua kali
sehari. Jika tidak, atau terlewat, demikian pengalaman pernah terjadi, susu sapi
akan mengeras akibatnya tidak menghasilkan susu. Maka untuk sementara harus
dinormalkan dengan diurut hingga kembali mengeluarkan susu.
Sapi perah membutuhkan perawatan khusus agar mendapatkan kualitas susu yang baik. Makanannya
tidak hanya rumput. Harus ditambah dengan sisa-sisa singkong: bonggol singkong
dan kulit singkong. Mereka memesan dari perusahaan yang memproduksi camilan
dari olahan singkong, seperti keripilk. Juga ampas tahu yang biasa mereka sebut
gembor.
Agar
terjaga kebersihan hasil susunya, sebelum diperah sapi-sapi tersebut dimandikan
terlebih dahulu. Tempatnya juga harus bersih dari semua kotoran. Dengan
demikian, sebagaimana manusia, mereka mandi dua kali sehari, pagi dan sore. Saya
sempat menanyakan apakah juga diberi sabun? Wah habis berapa sabun untuk sapi
sebesar itu, tanggap peternak tersebut. Saya pun terkekeh. Memandikan sapi
cukup disikat semua permukaan tubuhnya kemudian dibilas dengan air mengalir. Setelah
mandi sapi diberi makan. Tujuannya ketika diperah mereka tenang dan tidak
membuat banyak gerak. Barulah ketika semua persyaratan terpenuhi, sapi siap diperah.
Kira
kira selama satu jam saya berjalan-jalan mengunjungi peternak-peternak sapi sekaligus
melihat gubuk-gubuk sapi mereka. Lumayanlah sebagai refreshing. Berada
di tempat berbeda, dengan alam pedesaan dan
rerumputan yang menghijau, tentu ditambah bau khas sapi.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar