Iis Soekandar: Naik Kereta Api Tut… Tut… Tut…

Kamis, 28 Desember 2023

Naik Kereta Api Tut… Tut… Tut…

                                                                                             

kereta api siap berangkat

Naik kereta api tut… tut… tut… siapa hendak turut ke Ambarawa-Tuntang. Begitulah yang ada di benak saya begitu menaiki kereta api khusus ini. Menirukan lagu yang biasa dinyanyikan anak-anak. Berhubung tidak ke Bandung-Surabaya, syairnya pun disesuaikan. Yah, kereta api ini tidak sembarang kereta api. Akan tetapi, kereta api yang memiliki sejarah perkeretaapian Indonesia bahkan dunia.

                                                                   

pintu gerbang Museum Kereta Api Ambarawa 
Roda kereta api ini bergerigi, satu di antara tiga yang masih tersisa di dunia. Kereta api tersebut berada di Museum Kereta Api Ambarawa. Dua lainnya ada di Swis dan India. Apabila teman-teman ingin berkunjung ke sana, dari arah Semarang naik bus Trans Jateng. Ogkosnya murah, hanya Rp4.000,00 sampai di Terminal Bawen. Dari Terminal Bawen naik angkot menuju ke Palagan dengan membayar Rp5.000,00. Jika menemui sopir yang baik hati, teman-teman langsung diantar ke depan museum. Yah.. untuk mengimbali jasa baiknya, bolehlah tarip ditambah. Tapi untuk tujuan berwisata, jika terpaksa jalan kaki kira-kira setengah kilometer dari Palagan-museum, dibikin asyik saja, sambil melihat-lihat suasana Ambarawa.

Oya, halte bus Trans Jateng di Semarang biasanya menyatu dengan halte bus Trans Semarang. Tapi ada juga yang terpisah. Teman-teman bisa menanyakan kepada petugas-petugas yang ramah di halte tersebut. Sebab bus Trans Jateng warnanya juga merah seperti bus Trans Semarang. 

                                                                            

loket kereta zaman dulu

Antrean pengunjung sudah panjang saat saya tiba. Saya sampai di museum pukul 07.30, setengah jam lebih awal dari jam buka, pukul 08.00. Saya pikir saya datang awal. Ternyata antrean sudah sampai di pembatas pagar antara pintu masuk dengan parkir. Dan begitulah seterusnya pengunjung berikutnya mengantre hingga ke tempat parkir. Itu berarti saya harus berdiri setidaknya setengah jam. Itu pun tidak mendapatkan tiket gelombang pertama, setelah saya menyodorkan tanda pengenal dan uang masuk museum dan naik kereta api di loket.

Kereta api yang dibuat pada tahun 1907 ini beroperasi hanya pada hari Sabtu, Minggu, dan hari besar. Ada empat gelombang saat beroperasi, yaitu pukul 09.30, 11.00, 13.00, dan 14.30. Tersedia 116 kuota setiap gelombang, terbagi dalam tiga gerbong, A, B, C. Ongkos naik kereta api Rp100.000,00 ditambah masuk museum Rp20.000,00.

Sambil menunggu keberangkatan kereta, teman-teman bisa berjalan-jalan ke museum mengikuti sejarah perkeretaapian di Indonesia. Begitu masuk museum, ada sebuah lorong berisi gambar-gambar sejarah kereta api dan stasiun-stasiun yang ada di Indonesia. Kapan kereta api tersebut diciptakan dan pada pemerintahan siapa. Begitupun stasiun-stasiun kereta api, apakah masih difungsikan ataukah tidak. Tentu jika masih difungsikan hingga sekarang, diperlihatkan bangunan asli dan yang sudah direnovasi.

                                                                                 

lorong gambar-gambar sejarah kereta api Indonesia

Di tempat lain, terdapat beberapa halte kereta yang dulu digunakan oleh pemerintah Belanda. Sekarang masih dilestarikan. Barangkali untuk menghormati bangsa Belanda yang pernah memberi sejarah perkerataapian di Indonesia, dibuka stan khusus menyediakan pakaian etnik Belanda dengan sewa Rp30.000,00 per baju. Ada pula latar belakang kincir angin-sebagai ciri khas Belanda-bagi yang ingin swafoto. Bangunan lain adalah ruang audiovisual. Melalui layar lebar, pengunjung dapat melihat perkeretaapian di Indonesia masa kini dengan fasilitas seperti berada di hotel, tentu dengan harga yang sesuai.

Sebagai tempat wisata yang didatangi banyak pengunjung, tersedia kamar mandi dan tempat beribadah yang cukup bersih dan representatif. Hanya menurut saya, kulinernya kurang memadai. Pengunjung museum kereta api tidak hanya dari sekitar Jawa Tengah, tetapi juga dari jauh: Jakarta, Bandung, bahkan dari luar Jawa. Setidaknya itu yang saya temui. Perlu dibuka restoran-restoran berkelas nasional. Saya sempat mendengar pengunjung dari jauh harus ke Semarang untuk makan siang, menemukan restoran seperti KFC.

                                                                               

gerbong kereta api

Tak terasa berjalan-jalan seputar museum, panggilan bagi penumpang gelombang dua mengudara dari pelantang suara. Saya pun bergegas naik kereta kemudian mencari nomor kursi sesuai tiket. Setengah jam berikutnya, tepat pukul 11.00 terdengar bunyi peluit panjang, tanda kereta mulai berangkat. Seru sih naik kereta api zaman dulu. Jendela tidak lagi fungsi, jadi kalau hujan harus bersiap terkena tempias. Untung waktu itu langit terang benderang. Suara kereta berisik, sesekali terjadi sendatan-sendatan. Sepanjang perjalanan, ada Pak Pemandu yang menjelaskan sejarah kereta api tersebut. Sambil sesekali bicara lucu, nyentil penumpang mengapa jauh-jauh mau naik kereta api yang suaranya bikin gaduh. Kami pun terkekeh.

                                                                               

swafoto bersama Pak Pemandu

Setengah jam berlalu tibalah kami di Stasiun Tuntang. Para penumpang diizinkan turun untuk melihat-lihat dan swafoto. Selama jeda waktu, lokomotif yang mulanya di belakang karena saya duduk bertolak belakang, saat pulang lokomotif berpindah ke depan. Maka Ketika kereta kembali melaju, kereta pun maju. Hingga kembali berada di museum. Dan keseruan ini harus berakhir. Rasanya masih kurang puas satu jam berada di kereta api kuno walaupun penuh suara gaduh.

@@@



 

 



     



Tidak ada komentar:

Posting Komentar