Naik kereta api tut… tut… tut… siapa hendak turut ke Ambarawa-Tuntang. Begitulah yang ada di benak saya begitu menaiki kereta api khusus ini. Menirukan lagu yang biasa dinyanyikan anak-anak. Berhubung tidak ke Bandung-Surabaya, syairnya pun disesuaikan. Yah, kereta api ini tidak sembarang kereta api. Akan tetapi, kereta api yang memiliki sejarah perkeretaapian Indonesia bahkan dunia.
Oya,
halte bus Trans Jateng di Semarang biasanya menyatu dengan halte bus Trans Semarang.
Tapi ada juga yang terpisah. Teman-teman bisa menanyakan kepada petugas-petugas
yang ramah di halte tersebut. Sebab bus Trans Jateng warnanya juga merah seperti
bus Trans Semarang.
Antrean
pengunjung sudah panjang saat saya tiba. Saya sampai di museum pukul 07.30, setengah jam
lebih awal dari jam buka, pukul 08.00. Saya pikir saya datang awal. Ternyata
antrean sudah sampai di pembatas pagar antara pintu masuk dengan parkir. Dan begitulah
seterusnya pengunjung berikutnya mengantre hingga ke tempat parkir. Itu berarti
saya harus berdiri setidaknya setengah jam. Itu pun tidak mendapatkan tiket
gelombang pertama, setelah saya menyodorkan tanda pengenal dan uang masuk
museum dan naik kereta api di loket.
Kereta
api yang dibuat pada tahun 1907 ini beroperasi hanya pada hari Sabtu, Minggu,
dan hari besar. Ada empat gelombang saat beroperasi, yaitu pukul 09.30, 11.00,
13.00, dan 14.30. Tersedia 116 kuota setiap gelombang, terbagi dalam tiga
gerbong, A, B, C. Ongkos naik kereta api Rp100.000,00 ditambah masuk museum
Rp20.000,00.
Sambil menunggu keberangkatan kereta, teman-teman bisa berjalan-jalan ke museum mengikuti sejarah perkeretaapian di Indonesia. Begitu masuk museum, ada sebuah lorong berisi gambar-gambar sejarah kereta api dan stasiun-stasiun yang ada di Indonesia. Kapan kereta api tersebut diciptakan dan pada pemerintahan siapa. Begitupun stasiun-stasiun kereta api, apakah masih difungsikan ataukah tidak. Tentu jika masih difungsikan hingga sekarang, diperlihatkan bangunan asli dan yang sudah direnovasi.
Di
tempat lain, terdapat beberapa halte kereta yang dulu digunakan oleh pemerintah
Belanda. Sekarang masih dilestarikan. Barangkali untuk menghormati bangsa
Belanda yang pernah memberi sejarah perkerataapian di Indonesia, dibuka stan
khusus menyediakan pakaian etnik Belanda dengan sewa Rp30.000,00 per baju. Ada
pula latar belakang kincir angin-sebagai ciri khas Belanda-bagi yang ingin
swafoto. Bangunan lain adalah ruang audiovisual. Melalui layar lebar, pengunjung
dapat melihat perkeretaapian di Indonesia masa kini dengan fasilitas seperti
berada di hotel, tentu dengan harga yang sesuai.
Sebagai tempat wisata yang didatangi banyak pengunjung, tersedia kamar mandi dan tempat beribadah yang cukup bersih dan representatif. Hanya menurut saya, kulinernya kurang memadai. Pengunjung museum kereta api tidak hanya dari sekitar Jawa Tengah, tetapi juga dari jauh: Jakarta, Bandung, bahkan dari luar Jawa. Setidaknya itu yang saya temui. Perlu dibuka restoran-restoran berkelas nasional. Saya sempat mendengar pengunjung dari jauh harus ke Semarang untuk makan siang, menemukan restoran seperti KFC.
Tak
terasa berjalan-jalan seputar museum, panggilan bagi penumpang gelombang dua mengudara
dari pelantang suara. Saya pun bergegas naik kereta kemudian mencari nomor
kursi sesuai tiket. Setengah jam berikutnya, tepat pukul 11.00 terdengar bunyi
peluit panjang, tanda kereta mulai berangkat. Seru sih naik kereta api zaman
dulu. Jendela tidak lagi fungsi, jadi kalau hujan harus bersiap terkena
tempias. Untung waktu itu langit terang benderang. Suara kereta berisik,
sesekali terjadi sendatan-sendatan. Sepanjang perjalanan, ada Pak Pemandu yang
menjelaskan sejarah kereta api tersebut. Sambil sesekali bicara lucu, nyentil
penumpang mengapa jauh-jauh mau naik kereta api yang suaranya bikin gaduh. Kami
pun terkekeh.
Setengah
jam berlalu tibalah kami di Stasiun Tuntang. Para penumpang diizinkan turun
untuk melihat-lihat dan swafoto. Selama jeda waktu, lokomotif yang mulanya di
belakang karena saya duduk bertolak belakang, saat pulang lokomotif berpindah
ke depan. Maka Ketika kereta kembali melaju, kereta pun maju. Hingga kembali berada
di museum. Dan keseruan ini harus berakhir. Rasanya masih kurang puas satu jam
berada di kereta api kuno walaupun penuh suara gaduh.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar