Mulai
hari Minggu ini, Zaldi dan Adam bermain sepeda menyusuri pinggir jalan raya dan
gang-gang. Mereka tidak dapat lagi bermain sepeda di alun-alun. Alun-alun
ditutup sejak adanya pandemi. Orangtua mereka berpesan untuk selalu mengikuti
protokol kesehatan. Saat melewati sebuah
gang, mereka mencium bau makanan lezat. Keduanya langsung berhenti di
pertigaan, sekalian beristirahat. Mereka minum air putih dari botol yang disimpan
di sepeda masing-masing.
“Bau lunpia,” ungkap Zaldi.
“Benar. Kita baru saja melewati
kedai lunpia Bu Sosro yang terkenal,” jelas Adam senang.
“Masih pagi para pembeli sudah
berdatangan,” tukas Zaldi.
“Mungkin mereka turis, atau penduduk
setempat yang akan bepergian. Lunpia makanan khas kota Semarang. Jadi, bisa
untuk oleh-oleh,” jelas Adam.
“Lunpia spesial harganya lima belas
ribu rupiah. Tadi aku sempat membaca daftar harganya. Walaupun berada di tempat
jauh, tetap tercium bau lezatnya,” kata Zaldi.
Kedai
lunpia Bu Sosro itu dulu rumah pribadinya. Rumah itu sengaja tidak dirombak
menjadi restoran. Mungkin agar terlihat unik. Rumahnya berundak. Ada dua
jendela dari sisi kanan dan kiri.
Saat masih beristirahat, mereka
dikejutkan oleh seorang anak lelaki. Dia berada di balik dinding kaca rumahnya.
Dengan membuka tirai dia mengintip. Anak itu berada di rumah, tepat di depan
mereka beristirahat, tapi memakai masker. Maskernya ada gambar binatang panda
berwarna hitam dan putih.
@@@
Setiap hari Minggu, Zaldi dan Adam
melewati gang itu karena senang mencium bau lezatnya lunpia Bu Sosro. Suatu
saat, seorang lelaki muda mendatangi mereka. Ternyata, dia pelayan kedai lunpia
Bu Sosro. Terlihat di seragamnya tertulis Lunpia Bu Sosro. Sedangkan di dada
kanannya tertulis nama Wibowo.
“Dik, mau lunpia spesial?” tawar Mas
Wibowo sambil menjinjing kantung plastik hitam.
“Tentu saja mau. Tapi kami tidak punya
uang,” jawab Adam.
“Buat kalian, gratis. Tapi jangan
lupa, sebelum makan, silakan kalian cuci tangan,” sambil berbicara, Mas Wibowo
menunjukkan tempat mencuci tangan yang berada di samping pintu masuk.
“Terima kasih, Mas,” ungkap Zaldi
dan Adam dengan girang hampir bersamaan.
Mereka bergegas mencuci tangan. Siapa
yang menolak makan lunpia spesial, apalagi gratis. Mereka tidak menyangka bisa
makan lunpia spesial yang terkenal di kota ini. Apalagi setelah bersepeda
mereka lapar. Ada rasa udang dan telur. Bau rebungnya tidak anyir. Setelah
kenyang, mereka minum. Lagi-lagi anak lelaki dengan masker panda memerhatikan
mereka dengan membuka sebagian tirai dinding kaca rumahnya.
Hari Minggu berikutnya, Mas Wibowo
memberi lagi saat mereka beristirahat di perempatan gang. Karena penasaran,
mereka bertanya tentang si Masker Panda.
“Dia Edwin, anak Bu Sosro, pemilik
kedai lunpia. Dialah yang meminta saya memberi kalian lunpia. Sebab dia tahu,
selain beristirahat, kalian juga ingin makan lunpia,” jelas Mas Wibowo.
Mendengar cerita Mas Wibowo, mereka
menjadi heran. Lebih heran lagi ketika mendengar bahwa Edwin tidak mau keluar.
Ketika ditanya apa sebabnya, Mas Wibowo enggan menjelaskan.
@@@
Hari Minggu ini, Adam dan Zaldi memberanikan berkunjung ke rumah Edwin. Apalagi Mas Wibowo mengatakan bahwa sebenarnya Edwin senang berteman. Setelah berkenalan, tiba-tiba Edwin memberikan selembar surat dari dokter. Setelah dibaca, ternyata isinya keterangan bahwa Edwin negatif COVID-19.
ilustrasi dari Bobo
“Sebetulnya,
yang terpapar papaku. Terpaksa kami semua dikarantina. Papa sudah sembuh. Mama,
aku, dan kedua kakakku semua negatif. Sayang, sebelum membaca surat keterangan
itu, teman-temanku menganggap aku bisa menularkan. Makanya, mereka menjauh
dariku,” jelas Edwin sedih.
Zaldi dan Adam manggut-manggut ikut
merasa kasihan.
“Omong-omong, mengapa kalian mau
datang ke mari? Kalian tidak takut tertular seperti pendapat teman-temanku?”
tanya Edwin heran.
“Bukankah surat dari doker itu sudah
menyatakan bahwa kamu tidak terpapar?” jelas Zaldi.
Mereka juga bertanya mengapa Edwin
memakai masker padahal di rumah. Edwin menjawab dia juga ingin bersepeda
seperti dulu. Namun, tidak punya teman. Edwin iri melihat mereka sepeda. Itu
sebabnya, dia memakai masker walau di rumah. Edwin senang dengan binatang panda.
Semua maskernya bergambar panda. Begitu pun baju-bajunya.
lunpia spesial
foto: Iis Soekandar
Tidak
lama kemudian, Mas Wibowo datang sambil membawa baki berisi lunpia dan tiga
gelas teh hangat. Kali ini tidak hanya lunpia spesial, tapi lengkap dengan
makanan pendampingnya, yaitu acar, saus, dan cabe. Sambil mengobrol, mereka
menikmati lunpia spesial. Zaldi dan Adam berjanji akan mengajak Edwin bersepeda
pada hari Minggu. Hari itu menjadi saat yang paling istimewa bagi ketiganya.
@@@
Cernak
ini pernah terbit di majalah Bobo, 20 Mei 2021