Iis Soekandar: Juli 2018

Minggu, 29 Juli 2018

Kejutan Buat Salsa

        "Sa, tolong antar makanan ini ke rumah Kakek Bakri!" pinta ibu sambil menyiapkan nasi beserta sayur tumis kangkung dan lauk tempe mendoan.
      "Uh, Ibu, Salsa lelah selesai pramuka. Mau istirahat dulu."
      "Kasihan kalau Kakek Bakri membeli makanan di tempat jauh. Sebab Bu Lasmi tidak jualan,” jelas ibu. Bu Lasmi adalah pemilik warung makan di kampung ini. Biasanya Kakek Bakri  membeli makanan di warungnya. Mungkin Bu Lasmi sedang tidak enak badan makanya tidak berjualan hari ini.
                                 
       Kemudian ibu memasukkan bungkusan itu ke dalam kantung plastik hitam. Itu artinya Salsa harus mengantar ke rumah Kakek Bakri.
       "Kenapa sih, Bu, kita mesti peduli sama Kakek Bakri? Tetangga lain saja tidak," protes Salsa sambil membetulkan baju rumah bersiap pergi.
       “Menolong orang itu baik, Sa. Siapa tahu suatu saat dalam keadaan terjepit, kita ganti ditolong orang lain,” tukas ibu sudah berada di depan penggorengan lagi. Ibu menjual tempe mendoan, pisang goreng, dan bakwan. Kue-kue itu dijual di beberapa warung kucingan. Warung kucingan itu buka khusus malam hari. 
     Sambil menggerutu Salsa pergi ke rumah Kakek Bakri.
     Kakek Bakri tetangga satu kampung. Beliau tidak mempunyai anak. Istrinya meninggal beberapa tahun lalu. Walau sudah tua, Kakek Bakri masih giat mengayuh becak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sore hari Kakek Bakri pulang ke rumah. Itulah yang membuat ibu kasihan dan sering memberi makanan.
       Disamping itu ibu hanya berdua dengan Salsa. Ayah pulang kerja seminggu sekali sebagai kuli bangunan. Ayah bekerja di luar kota dan menginap di proyek tempatnya bekerja. Daripada makanan tersisa, lebih baik diberikan orang lain yang membutuhkan, begitu ibu seringkali berpesan.
     Salsa semakin jengkel bila Kakek Bakri juga menyuruhnya membeli sesuatu. Lalu Salsa disuruh ke warung membeli sabun, sikat gigi, dan kebutuhan sehari-hari lain.
@@@
     Hari Minggu ini ibu memasak kolak labu kuning. Ayah membawa labu kuning kemarin sepulang kerja. Seperti biasa ibu memberi sebagian untuk Kakek Bakri. Ibu menyiapkannya di dalam rantang.
     "Kolak ini buat Kakek Bakri, Sa."
     Karena ayah di rumah, Salsa tidak berani membantah. Sebab ayah juga senang membantu orang lain, termasuk kepada Kakek Bakri.
     Setelah melayani pelanggannya pada pagi buta, Kakek Bakri istirahat dulu di rumah. Setelah itu baru mencari penumpang lagi.
     "Wah, senang sekali sudah lama Kakek tidak makan kolak waluh," ungkap Kakek Bakri begitu membuka rantang berisi kolak. Kakek Bakri menyebut labu kuning dengan waluh. Waluh dari bahasa Jawa.
     Ketika Salsa bersiap pulang, Kakek Bakri memanggil.
     "Sa, Kakek tolong belikan kopi bubuk di toko Koh Han,” pinta Kakek Bakri sambil menyodorkan selembar uang sepuluh ribu. Kakek Bakri membeli kopi bubuk satu renteng.
     "Uh, Kakek, sudah dikasih kolak malah nyuruh."
     "Kakek lupa beli," begitulah alasan Kakek Bakri.
     Karena toko Koh Han jauh, Salsa pulang ke rumah mengambil sepeda. 
     Pagi itu toko kelontong Koh Han ramai pembeli. Ternyata ada pembeli satu mobil dari luar kota. Biasanya Salsa titip sepeda kepada Mas Wahyu, pegawai Koh Han. Tapi sayang Mas Wahyu sibuk di dalam. Salsa melihat seorang ibu sedang berdiri di depan toko Koh Han. Ibu itu sedang menunggu ojek online.
     "Bu, bisa minta tolong jagain sepeda saya? Sebentar saja. Sebab pernah terjadi pencurian di depan toko. Di sini tidak ada tukang parkir," pinta Salsa.
     "Iya, Nak, saya jagain," jawab ibu itu.
            Beberapa lama kemudian Salsa keluar dari toko. Tangannya membawa kantung plastik berisi serenteng kopi merek kesukaan Kakek Bakri. Setelah mengucap terima kasih kepada ibu itu, Salsa mulai mengayuh sepeda. Tapi tidak lama, rantai sepedanya lepas. Ibu itu datang menolong.
            “Dibawa saja ke bengkel terdekat!” sarannya.            
            “Tidak, Bu. Rantainya memang sudah aus dan minta diganti. Saya akan menuntunnya sampai di rumah. Ayah akan memperbaikinya,” jawab Salsa.
            Ibu itu merasa iba.
          “Nak, apa boleh Ibu silaturahmi ke rumahmu?”
         “Silakan, Bu,” jawab Salsa lalu mendikte alamatnya. Ibu itu mencatat dalam ponsel. Bersamaan dengan itu driver ojek online datang. Beliau pun pergi sementara Salsa pulang dengan menuntun sepedanya.
@@@
           Salsa selesai mandi sore. Ibu sedang mengantar kue gorengan pelanggannya. Tiba-tiba ayah memanggil. Ada seseorang mencarinya. Ternyata tamunya ibu yang ditemui di toko Koh Han. Beliau datang bersama suaminya. Kemudian mereka saling berkenalan. Setelah itu ibu itu menawarkan sesuatu. Salsa diminta keluar rumah.
            Ketika Salsa membuka pintu...
            “Ha, sepeda gunung!” ungkap Salsa dengan berteriak.
Lalu mereka bercerita, sepeda itu milik anaknya yang sudah tidak terpakai. Selama ini sepeda itu tersimpan di gudang.
            Tentu saja Salsa senang. Walaupun sepeda itu tidak baru tapi masih bagus. Ayah pun tidak perlu membeli rantai baru sebab Salsa sudah mendapatkan penggantinya. Benar kata ibu, karena menolong Kakek Bakri, dalam keadaan terjepit ada orang lain yang menolong. 
@@@
 Cernak ini pernah dimuat di harian Lampost, Minggu, 29 Juli 2018


Minggu, 15 Juli 2018

TRESNO DAN KUDA LUMPING




        Setiap hari Minggu Andi bermain layang-layang di lapangan bola. Andi mengambil layang-layang dan benang gelasan yang baru saja dibelinya dari toko kelontong. Layang-layang itu berbentuk wajik. Benang gelasan adalah benang biasa yang sudah dilapisi semacam butiran halus dari gelas atau kaca. Gunanya memperkuat bila melawan benang layang-layang lawan. Minggu lalu layang-layang miliknya tersangkut di pohon mangga. Ketika dia berusaha mengambil, layang-layang itu sobek. Benang yang tersangkut pun panjang. Sebab pohon itu terlalu tinggi.
            Andi menghampiriTresno. Rumah Tresno terletak di depan rumahnya.
            Tok tok tok
            “Assalamualaikum...”
            “Alaikumsalam,” seorang anak membukakan pintu. Tapi anak itu bukan Tresno.
            “Hai, Ndi... ayo masuk!” pinta Tresno dari dalam ketika melihat Andi datang.
            “Wah, kamu mau main kuda lumping ya?” tanya Andi sambil senyum-senyum. Tresno membawa kuda lumping. Saat masih muda bapak Tresno pemain kuda lumping. Terlihat kuda lumping itu milik bapaknya.Kuda lumping itu terbuat dari bambu.
            “Iya. Saudaraku ingin melihat permainan kuda lumping. Eh kalian kan belum saling kenalan,” jelas Tresno.
            “Andi.”
            “Ari.”
            Setelah saling berkenalan, Andi berpamitan. Tidak lupa Tresno meminta maaf tidak dapat bermain layang-layang. Biasanya mereka bermain layang-layang bertiga. Sani pasti sudah menunggu di lapangan. Akhirnya Andi pergi sambil membawa layang-layang dan benang gelasan.
            Tempo hari Tresno bercerita, salah satu saudaranya pindah di daerah ini. Papanya pindah kerja. Mungkin karena belum memiliki teman, Ari bermain di rumah Tresno.
            Sampai di lapangan tentu saja Sani terheran.
            “Tresno mana?” tanya Sani.
            Andi bercerita bahwa Tresno sedang kedatangan saudaranya. Akhirnya mereka bermain berdua. Andi membawa gulungan benang gelasan. Sementara Sani memegang layang-layang. Setelah beberapa saat, layang-layang itu membumbung tinggi di angkasa.
@@@
            Ning nong ning nong ning nong ning nong...
Samar-samar terdengar musik kuda lumping. Suara itu dari rumah Tresno. Andi baru saja mengambil layang-layang dan benang gelasan. Pasti saudara Tresno, Ari, datang di rumahnya. Dan hari Minggu ini Tresno juga tidak bermain layang-layang.
Andi mengintip dari gorden dinding kaca ruang tamu. Tresno sedang asyik bermain kuda lumping mengikuti irama dari tape recorder. Ari menyaksikan dengan terkesima. Tresno tertawa sambil menaiki kuda lumping. Setelah beberapa lama, Tresno kehausan. Dia minum minuman dari gelas. Tapi setelah habis, gelas itu dimakan sedikit demi sedikit. Ari ikut memakan gelas minumannya. Mereka tampak tertawa-tawa.
Saat itu juga Andi menemui Sani di lapangan.
            “San, kamu tahu nggak...” ungkap Andi dengan napas terengah-engah.
            “Tahu apa? Kamu kenapa sih kebingungan? Ayo cepetan terbangkan layang-layangmu ke udara,” ajak Sani memberi semangat sudah tidak sabaran.
            “Aku menemui kejadian aneh. Ini penting, menyangkut teman kita, Tresno!” cerita Andi dengan terbata-bata.
            “Memangnya Tresno kenapa?” tanya Sani.
            “Setelah bermain kuda lumping, dia makan beling!”
            “Ha! Masa? Dia makan beling?” ulang Sani tidak kalah terkejut.
            “Iya, yang aku heran, saudaranya juga ikut makan beling. Mereka makan beling dari gelas minuman sambil tertawa-tawa.”
            “Wah, bahaya. Kalau begitu kita jangan dekat-dekat dia.”
            “Kamu benar. Kita jangan lagi bermain dengan Tresno. Kita bisa kerasukan seperti Ari.”
            Setelah itu mereka bermain layang-layang bersama.
@@@
            Hari ini Andi dan Sani bersiap akan bermain layang-layang. Andi membawa gulungan benang gelasan. Sedangkan Sani memegang layang-layang. Dari kejauhan Tresno berjalan menuju lapangan.
            “Aku ikutan. Kebetulan hari ini Ari tidak datang ke rumahku!” pinta Tresno.
            “Kamu bermain sendiri saja! Kami tidak mau ikut kerasukan makan beling seperti saudaramu itu!” ungkap Andi.
            Tresno merenung sesaat. Barulah setelah itu dia teringat sesuatu.
            “O...jadi kalian pikir aku makan beling dari gelas minuman,” jelas Tresno.
            Keduanya mengangguk.
            “Aku tidak makan beling. Karena gelas itu tidak terbuat dari beling, melainkan dari rumput laut. Gelas itu sengaja diciptakan untuk mengurangi sampah plastik. Rumput laut kaya kandungan gizi. Kalaupun masih tersisa lalu dibuang, menjadi pupuk bagi tanaman.”
            Mereka terheran dan penasaran. Tresno berjanji akan memberi, bila Ari berkunjung dan membawa gelas itu. Mereka kini senang karena tidak akan kerasukan.
            Mereka bermain layang-layang penuh suka cita.
@@@
Cernak ini pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Minggu, 15 Juli 2018


Minggu, 08 Juli 2018

Cerma





       Aku tak pernah beranjak dari meja belajar. Meski begitu aku tahu semua kegiatan Resti. Akulah yang membantu Resti mengurangi rasa sedihnya. Ketika dia menulis di kertasku lalu menuangkan kekesalannya, legalah semua yang menyesakkan dada. Saat beruntung, aku juga menjadi luapan bahagianya. Sambil senyum-senyum, dia berbagi kebahagiaan itu, juga melalui tulisannya.Yah, rahasia tersembunyi, aku lebih tahu, dibanding siapa pun, termasuk mama. Bahkan urusan tertentu, Resti sengaja mengunci rapat-rapat hatinya kepada mama.

      Untuk itulah Resti membeliku. Kutahu pada tulisannya yang pertama. Dia mengatakan baru mengenal cowok yang mampu membuat hari-harinya indah, senyum-senyum sendiri, sekaligus merasa mendapat perhatian lebih dibanding cewek cantik mana pun.

       Lalu bak artis yang sedang berakting dia ungkapkan semua pengalamannya di hadapanku, lengkap dengan gerak tangan dan gestur.
    “Sudah membawa apel merah dan hijau?” ceritanya pada kegiatan pengenalan lingkungan sekolah awal menjadi peserta didik baru.

Jumat, 06 Juli 2018

Dongeng

Piala Raja Kelinci


      Rambo kelinci pulang berjalan kaki membawa seikat wortel. Seperti biasa setiap sore ia berjalan untuk mengambil wortel dari ladang wortel. Jaraknya kira-kira satu kilometer dari rumah. Sedangkan kelinci-kelinci muda lain biasanya naik sepeda kalau pergi ke ladang. Di perjalanan pulang Rambo melihat kelinci seumurannya bergerombol. Mereka sedang membicarakan perlombaan yang diadakan Kerajaan Kelinci. Raja Kelinci mengadakan lomba lari cepat bagi para kelinci muda. Pemenangnya akan mendapatkan Piala Raja Kelinci. Piala itu berbentuk worel, makanan kesukaan mereka.

       Lomba itu diselenggarakan dalam rangka ulang tahun Kerajaan Kelinci.
       “Kerajaan Kelinci harus tetap merdeka. Tidak boleh dijajah oleh hewan lain. Itu sebabnya, para kelinci muda harus cekatan berlari!” ujar Raja Kelinci pada sebuah pidato.
        Raja Kelinci juga berencana akan memberi pelatihan bela diri kepada para kelinci muda. Suatu saat jika ada musuh datang, para kelinci muda yang akan maju di medan perang.
      “Aku harus mendapatkan Piala Raja Kelinci!” kata Rambi, kembaran Rambo.
       Rambo yang baru saja sampai di rumah, hanya tersenyum.
    “Bagaimana mungkin kamu mendapatkan piala itu? Kamu tidak pernah mau latihan berlari. Setiap hari Rambo yang mengambil wortel di ladang,” kata bunda Rambi dan Rambo.
       Rambi hanya terdiam.
       “Otot kakiku masih bagus. Belum pernah terkilir, jatuh, dan luka seperti Rambo.  Lari sepanjang tiga kilometer pasti mudah. Rambo pasti cepat kelelahan. Dia kan setiap hari sudah berjalan menempuh jarak dua kilometer,” gumam Rambi di dalam hati.
@@@
       Waktu terus berjalan. Tibalah saat yang dinanti. Semua kelinci muda berkumpul di depan istana. Masing-masing memakai nomor punggung. Rambo mendapat nomor 55 sedangkan Rambi 101. Sebanyak 252 kelinci muda mengikuti lomba lari cepat.
       “Para kelinci muda, waktu menunjukkan tepat pukul enam pagi. Kalian akan berlari sepanjang tiga kilometer sesuai rute yang telah ditentukan,” Patih memberi keterangan.
       Dari balkon tampak Raja, Permaisuri, dan kedua pangeran kelinci menyaksikan pembukaan lomba.
       “Hitungan akan saya mulai dari angka 3. Kalian siap?” tambah Patih.
       “Siaaaap,” jawab semua kelinci muda penuh semangat.
       “Tiga... dua... satu....”
       Semua kelinci muda berlari. Bapak dan ibu mereka memberi dukungan di sepanjang jalan yang mereka lalui. Mereka pasti menginginkan anaknya mendapatkan Piala Raja Kelinci. Begitu pun ayah dan bunda Rambo-Rambi.
       Setelah beberapa menit berlalu, beberapa peserta mulai berguguran. Ada yang berhenti lari karena kakinya lecet. Ada yang otot kakinya kram dan pingsan.
       Rambo masih bertahan berlari. Sedangkan Rambi kakinya mulai kaku setelah menempuh jarak satu kilometer. Bahkan ia terjatuh
       “Aduh... kakiku... kenapa ini?” tanya Rambi.
       Rambi berhenti di tengah jalan. Ia mengerang. Sementara kelinci muda lain yang masih bertahan terus berlari. Rambo sudah berada jauh di depan. Ia tak tahu kalau kembarannya terjatuh.
       Pasukan istana tampak sigap menolong Rambi. Mereka sengaja ditugaskan untuk menolong para peserta lomba lari yang berhenti di jalan. Dua kelinci petugas lalu mengantar Rambi ke pos pertolongan pertama.
       Ayah dan Bunda menemani Rambi yang dirawat di pos itu. Mereka sudah menduga Rambi tidak mampu menempuh jarak tiga kilometer.
       Semula Rambi heran, mengapa ototnya bisa kram. Dokter menjelaskan, justru otot harus sering dilatih agar lentur dan kuat.
       Otot dan tulang Rambo sudah terlatih berlari. Saat pergi ke ladang dan pulang ke rumah membawa wortel, sebetulnya Rambo tanpa sengaja telah berlatih. Berjalan dan terkadang berlari sejauh dua kilometer setiap hari.
       Jadi tak heran kalau akhirnya Rambo sampai paling awal di depan istana. Disusul kelinci-kelinci muda lain beberapa saat kemudian. Setengah dari mereka gagal mencapai finish.
     Kini giliran penyerahan Piala Raja Kelinci untuk sang juara.
 “Para peserta dan semua rakyat kerajaan Kelinci, kini tiba saatnya penyerahan piala.  Pemenang lomba lari cepat tahun ini adalah... Rambo!” seru Patih.
       Tepuk tangan terdengar riuh-rendah.
       Raja Kelinci memberikan piala pada Rambo.
       “Rambo... Rambo... Rambo.... “ hadirin yang hadir mengelu-elukan Rambo yang menerima Piala Raja Kelinci.
       Sampai di rumah, Rambi masuk ke kamarnya dan termenung. Rambo mendekatinya dan menghibur.
       “Rambo, mulai besok kita bergantian ke ladang. Sehari kamu, sehari aku. Aku juga ingin punya Piala Raja Kelinci seperti kamu,” kata Rambi.
      “Aku bangga pada usahamu, Rambi. Jika kamu rajin ke ladang aku percaya suatu kamu juga bisa mendapatkan Piala Raja Kelinci,” kata Rambo.
       Mulai hari itu, bunda tidak lagi marah-marah. Rambi tidak lagi malas. Ia bergantian dengan Rambo mengambil wortel di ladang.   
@@@
Dongeng ini pernah dimuat di majalah Bobo, terbit 28 Juni 2018