Pembelajaran
Konteks Melalui Medsos
Hidup pada zaman teknologi canggih dengan informasi
serba cepat seperti sekarang, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau,
menuntut kita menyesuaikan. Keberadaan gawai pun bukan menjadi barang mewah
sehingga seperti menjadi suatu keharusan untuk dimiliki. Apalagi akses internet,
pasangan tak terpisahkan dengan gawai dalam berkomunikasi dengan media sosial
atau medsos, mudah didapat. Baik melalui persaingan paket-paket internet dari
berbagai operator dengan harga beragam hingga yang gratis pemanfaatan fasilitas
wifi di banyak tempat umum.
Tak
terlepas pada dunia pendidikan. Harga gawai yang beragam dari mahal hingga
terjangkau masyarakat ekonomi bawah, membuat siswa juga tergerak memiliki.
Disamping sebagai `gaya-gayaan` agar tidak dibilang tertinggal dari
teman-temannya yang sudah memiliki, keberadaan medsos seperti WA dan BB, memiliki
fungsi tersendiri sebagai pembentuk komunitas. Dengan demikian bila mereka
tidak memiliki gawai dan internet akan tertinggal berita dari teman-temannya.
Momen
ini baik sekali dimanfaatkan oleh guru Bahasa Indonsia, sebagai pembelajaran
konteks atau situasi. Sebab memberi komen atau membuat status di medsos
berkaitan dengan salah satu keterampilan berbahasa, yaitu menulis. Walaupun
tulisan yang mereka tulis hanya berupa frasa
atau kumpulan kata, tetap tidak terlepas dari aspek keterampilan menulis,
apalagi berupa kalimat. Terlebih bahasa tulis lebih mudah direvisi dibanding
bahasa lisan. Sebab bahasa tulis dapat dibaca kembali, sehingga memungkinkan
pula diperbaiki.
Dengan
tidak mengurangi nilai keberadaan surat, dalam kondisi tertentu, kehadiran medsos
justru lebih efektif, mudah, dan cepat dibanding surat. Tentu saja bukan surat
yang bersifat dokumen. Siswa diminta memberi kabar, ditujukan khusus kepada
guru Bahasa Indonesia bila mereka berhalangan hadir pada saat ada jadwal
pelajaran bahasa Indonesia. Walaupun mereka telah meminta izin kepada wali
kelas atau pihak sekolah. Media sosial dipilih sesuai kesepakatan, yang terpenting
antara guru dengan siswa mudah mengakses. Bagi siswa yang mengirimkan izin,
diberi hadiah tambahan nilai, kelak jika mereka ulangan atau saat pemberian
tugas. Dari hal tersebut guru mengetahui mereka berminat meningkatkan
keterampilan menulis. Siswa yang telah memberi kabar dan tulisannya sudah benar
menurut kaidah bahasa ada tambahan nilai lagi.
Sebagai contoh saya sering membaca permintaan
izin "saya
ijin bu, sdg sakit" terkesan ditulis
terburu-buru dan asal menulis. Isi dari kalimat itu sudah tersampaikan, yaitu siswa izin karena sedang sakit. Tetapi
menurut kaidah bahasa, ada beberapa penulisan yang tidak sesuai dan kurang
tanda baca. Kata "saya" karena di depan
kalimat, maka huruf "s" ditulis
kapital, yaitu "S". Kata "ijin" ejaan yang benar adalah "izin", begitupun "bu" ditulis "Bu" karena "bu" termasuk kata sapaan. Lalu sebelum "bu" dibubuhi tanda baca koma (,). Begitupun "sdg" seharusnya ditulis "sedang" sebab "sdg" bukan merupakan singkatan.
Karena kalimat itu jenis berita, bukan kalimat tanya atau kalimat perintah, pada
akhir kalimat atau setelah kata "sakit"
dibubuhi tanda baca titik (.). Jadi kalimat izin tersebut penulisan yang benar
adalah "Saya izin, Bu, sedang sakit."
Pembahasan ini disampaikan di depan kelas di sela-sela pembelajaran,
saat siswa yang bersangkutan mengikuti pelajaran kembali. Disamping sebagai
pembelajaran siswa tersebut, juga bagi siswa-siswa lain agar tidak mengulang
kesalahan sama. Dan guru tidak bosan mengingatkan agar mengirim pemberitahuan
bila mereka berhalangan hadir. Toh ini menyangkut pemberitahuan ketidakhadiran
mereka mengikuti pelajaran di kelas. Jadi tidak ada salahnya bila disampaikan
dengan bahasa dan tulisan yang benar pula. Satu sisi akan meringankan kerja
guru berkaitan dengan kaidah bahasa, terutama pemakaian ejaan dan tanda baca.
Bila
siswa sudah terbiasa menulis permintaan izin dengan benar, tidak menutup
kemungkinan mereka juga tertib menulis dalam komunitas medsos yang lebih luas. Hal
ini cepat atau lambat, secara langsung atau tidak, dimungkinkan berdampak pula
pada masyarakat umum, setidaknya yang tergabung dalam medsos tersebut. Dengan
membaca tulisan siswa yang benar, diharapkan kelak mereka meniru dengan menulis
tulisan yang benar pula.
@@@
Opini ini pernah dimuat di harian SOLOPOS Minggu, kolom Edukasi, 16 Juli 2017