Meja Lipat
Oleh:
Iis Soekandar
Bel
istirahat berbunyi. Adi dan teman-temannya menuju ke kantin. Saat itu hari
spesial bagi mereka.
“Aku
nggak jadi masuk kantin ini,” Alfian yang berjalan paling depan mendadak ke
luar lagi begitu sampai di pintu kantin milik Bu Nely.
“Kenapa
sih?!” Sigit tidak mengerti.
“Ada
apa, Al?!” tanya Adi tak kalah bingung.
Kukuh
juga bermaksud bertanya, tapi Alfian lebih dulu menjelaskan.
“Robby
dan kelompoknya duduk di pojok. Sementara kulihat sekilas tidak ada tempat
kosong, kecuali bangku dekat mereka. Apa kalian mau jadi bahan ejekannya?”
jawab Alfian penuh emosi.
Hem
.... Adi menghela nafas panjang.
“Kalau
itu masalahnya, aku juga tidak setuju. Kita ke kantin lain.” Sigit langsung
menimpali.
“Kalian
kenapa sih? Bukankah yang akan mentraktir Kukuh, bukan mereka?” Adi berusaha
menengahi.
“Terserah kamu, Kuh. Pokoknya kalau kamu mau makan nasi kuning, aku
pilih makan di kantin lain. Aku bayar sendiri tidak apa. Setiap hari aku diberi
uang jajan mamaku.” Putus Alfian.
“Aku
sependapat dengan Alfian. Kamu sendiri gimana, Kuh, dari tadi diam saja? Kamu
kan yang akan mentraktir” tanya Sigit.
Sementara Kukuh yang ditanya malah garuk-garuk kepala walaupun tidak
gatal. Tentu saja Kukuh bingung. Sebetulnya dalam hati ia juga tidak suka
kelompok Robby. Tapi karena dia yang mentraktir, niat semula menyerahkan acara
makan-makan kepada mereka. Tapi akhirnya diputuskan makan di kantin lain.
Padahal
dua kantin lain cuma menjual makanan cemilan. Kalaupun ada nasi, paling
nasi bungkus yang lauk dan sayurnya
seadanya. Sementara kantin Bu Nely menjual menu spesial, yaitu nasi kuning,
lengkap dengan lauk telur dadar, perkedel kentang, sambal goreng ati, dan
kerupuk udang. Tentu saja satu piring harganya mahal.
Hari
itu Kukuh sedang berulang tahun. Ia bermaksud mengajak teman-teman satu
kelompoknya makan-makan. Mumpung makan gratis, tentu pilih yang paling enak.
Begitu pikir teman-temannya.Tapi kalau harus bertemu dengan Roby dan
kelompoknya, terpaksa mereka mengurungkan niat makan nasi kuning Bu Nely.
Di
kelas ada delapan siswa putra. Tapi mereka berseteru. Yaitu kelompok Adi cs
dengan kelompok Roby cs. Mulanya ketiga teman Roby bersikap tidak memusuhi.
Tapi karena sering ditraktir Roby dan diberi alat-alat tulis, mereka ikut
membenci Adi cs. Sedangkan sisanya, siswa putri rukun.
Sebetulnya
Adi bertetangga dengan Roby. Tapi Roby sombong. Karena kaya ia suka memamerkan
baju, sepatu, tas. Ah, pokoknya semua yang dikenakan bermerk dan berharga
mahal. Tidak hanya itu, ia tidak segan mengejek yang lain. Itu yang membuat
Sigit, Alfian, dan Kukuh tidak suka. Sementara Adi biasanya yang mendamaikan. Adi
ingin teman-teman satu kelas rukun. Adi memang anak yang baik. Itu sebabnya
teman-teman memilihnya menjadi ketua kelas.
@@@
Malam
ini Adi sedang menyiapkan semua keperluan yang akan digunakan lomba menggambar
besok. Meja lipat, pensil, penghapus, penggaris, dan krayon, dipastikan sudah berada
di tas. Setelah meraut pensil, ia ke luar untuk membuang sampah. Tempat sampah
di kamarnya sudah penuh.
Di
luar, ia melihat Roby dan mamanya seperti kebingungan. Mereka mondar mandir di
teras. Rumah Adi dan rumah Roby berseberangan.
Walau
samar-samar, Adi dapat mendengar persoalan mereka. Ternyata meja lipat Roby rusak.
Roby teledor. Mama menyalahkannya. Setelah menggunakan ia tidak menyimpannya
lagi. Kebetulan ketahuan adiknya yang masih balita. Adiknya mengira, itu tempat
duduk lalu diduduki. Maka rusaklah kakinya yang sebelah.
Adi
yakin, Roby mampu membeli meja lipat paling mahal. Tapi masalahnya, papanya
sedang bertugas ke luar kota. Roby tidak punya kakak. Mana mungkin ia berani pergi
sendiri. Mamanya juga mungkin enggan ke luar malam.
Adi
teringat sesuatu. Lalu ia mendatangi rumah Roby yang letaknya persis di depan
rumahnya.
“Roby, kalau
kamu mau di rumahku masih ada satu meja lipat yang tidak terpakai. Kakakku kan
dua. Aku memakai milik Kak Kiki, nah kamu pakai milik Kak Riri. Tapi tentu
tidak sebagus punyamu.” Kata Adi bercerita tentang kakaknya yang kembar. Kini
mereka duduk di bangku SMP.
Roby
kaget melihat kedatangan Adi. Apalagi Adi datang dengan menawarkan sesuatu yang
amat dibutuhkan.
“Adi,
kenapa kamu sebaik ini padaku? Bukankah setiap hari aku dan teman-temanku
memusihi kalian?” tanya Roby.
“Sudahlah, Roby, kita tidak punya waktu banyak. Yang penting kamu mau
berjanji pada dirimu sendiri untuk berubah menjadi baik. Aku ambilkan meja
lipat itu untukmu ya.” Adi menawarkan.
“Jangan
Adi! Biar aku saja yang ke rumahmu.” Pinta Roby.
Sebelum
Adi mengantar mengambil meja lipat, mama sempat memintakan maaf atas sikap Roby.
Saat itu juga Roby berjanji tidak lagi sombong. Besok ia akan mengajak ketiga
temannya agar berbuat baik kepada siapapun.
@@@