Pak Suryana tinggal di Kota Sidomaju. Beberapa hari
lalu, toko kelontongnya yang berada di pasar terbakar. Semua barangnya ludes
dimakan api. Dia bingung tidak mempunyai pekerjaan. Pak Suryana tidak mempunyai ijazah dan
keterampilan apapun untuk bekerja di kantor. Hanya berdagang yang bisa dia
lakukan.
Akan tetapi, Pak Suryana tidak berdiam
diri. Pak Suryana mencari sesuatu untuk dibaca. Dengan banyak membaca, biasanya
dia mendapatkan ide-ide cemerlang. Dia membaca-baca surat kabar dan majalah yang
dulu pernah dibeli.
"Pak
Suryana, mengapa malah sibuk membaca? Mengapa tidak mencari pekerjaan?” tanya
Pak Dadang kepada Pak Suryana yang sedang membaca majalah di teras rumah.
Pak Suryana mengenal Pak Dadang di
pasar tempatnya berdagang dulu. Toko kain milik Pak Dadang juga terbakar.
"Ke mana aku harus mencari pekerjaan
untuk mendapatkan uang? Aku tidak punya keahlian apa-apa sebagai pegawai
kantor. Bekerja sebagai kuli angkut juga tidak mungkin, karena semua toko di
pasar kan terbakar!"
"Apakah
mencari uang harus punya keahlian? Dengan meminta belas kasihan orang lain, aku
mendapatkan uang. Mereka iba karena aku sedang terkena musibah kebakaran,"
jawab Pak Dadang.
"Aku
tidak mau meminta-minta. Pergilah kalau kau ingin meminta belas kasihan orang
lain," jawab Pak Suryana, lalu melanjutkan membaca.
Pak Suryana masih memiliki
persediaan uang. Dia yakin, sebelum uangnya habis, dia pasti mendapatkan
ide-ide untuk memperoleh pekerjaan. Pak Dadang pun pergi dengan memakai pakaian
compang-camping agar dikasihani orang lain.
@@@
Setelah
membaca banyak majalah dan surat kabar, Pak Suryana menemukan ide. Keesokan
harinya, setelah berpamitan dengan istri dan anaknya, Pak Suryana pergi. Dengan
sisa uangnya, Pak Suryana mendatangi seorang penjahit.
"Pak,
apakah aku boleh membeli kain perca di sini?" tanya Pak Suryana kepada
pemilik penjahit itu.
“Mengapa Bapak membeli kain perca?” tanya penjahit itu ingin tahu.
Pak
Suryana menceritakan tokonya yang terbakar. Sekarang, dia tidak punya
pekerjaan. Dia akan membuka usaha dengan memanfaatkan kain perca untuk membuat
kerajinan tangan. Kain perca harganya jauh lebih murah dibanding kain meteran.
Mendengar cerita Pak Suryana, penjahitit itu merasa iba. Ia senang Pak Suryana
tidak berputus asa dan akan membuka usaha.
"Kalau
begitu Bapak tidak usah membeli. Silakan ambil semua kain percaku! Kain itu
sisa dari kain pelangganku dan tidak terpakai. Kalau kain perca itu nanti habis,
jangan segan datang lagi kemari. Pasti kain percaku sudah terkumpul kembali,"
jelas penjahit.
Tentu
saja Pak Suryana senang mendengarnya. Pak Suryana pun mengambil semua kain
perca yang ada.
Sampai
di rumah, Pak Suryana membuat pola. Pak Suryana menemukan ide membuat sepatu
bayi berbahan kain perca. Lalu dipotonglah kain-kain itu sesuai pola. Pak
Suryana memotong kain satu motif. Kadang dia memadukan dua motif yang serasi. Jika
kebetulan kainnya polos, Pak Suryana memberi hiasan kancing-kancing di atasnya.
Atau menempel motif bunga dari kain lain.
Setelah
memotong alas dan kerudungnya, dijahitlah dengan tangan bagian pinggir hingga
menjadi sepatu bayi. Dengan dibantu istrinya, Pak Suryana membuat sepatu bayi
sampai semua kain perca habis.
ilustrasi: Bobo
Setelah
jadi sepuluh pasang sepatu, istrinya menjajakan di pinggir jalan raya. Pak Suryana
kembali meminta kain perca pada penjahit, lalu membuatnya menjadi sepatu bayi
lagi. Begitu hingga berkali-kali. Ternyata, sepatu bayi buatan Pak Suryana
banyak yang suka. Di samping motif dan modelnya lucu-lucu, harganya pun murah
bila dibanding yang dijual di toko.
Karena
usahanya dari hari ke hari semakin maju, lambat laun Pak Suryana dapat membeli
mesin jahit. Kini, Pak Suryana tidak lagi menjahit dengan tangan. Karena
pesanan dari hari ke hari banyak, Pak Suryana membeli kain meteran. Tidak hanya
itu, Pak Suryana juga menolong teman-temannya menjadi karyawannya. Mereka tidak
lagi meminta-minta seperti dulu. Berkat kegigihannya, Pak Suryana memiliki toko
khusus menjual aneka sepatu bayi dengan model dan motif yang lucu-lucu.
@@@
Cernak ini pernah
terbit di majalah Bobo, 14 Oktober 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar