Iis Soekandar: Laki Lucky

Jumat, 20 Desember 2019

Laki Lucky

                                                                                       

Tha tha tha that
            Rima buru-buru membuka ponsel begitu bunyi chat terdengar. Namun yang ditunggu jawaban dari teman sebangku tentang pekerjaan rumah tak seperti yang diharapkan.
            Maaf, Rim, aku Arjuna, ini nomor ponselku yang baru
            Uh, siapa nanya? Rima lunglai. Hampir saja ponselnya terjatuh. Tak sulit menemukan nama Arjuna dalam ensiklopedi daftar nama kenalannya. Hanya satu, yah hanyaArjuna si Tetangga satu kampung. Beberapa bulan terakhir gerak-geriknya `mencurigakan`, begitu istilah Rima, bagi seseorang yang membuat badannya meriang tak karuan. Terlepas orang itu sebetulnya ingin memberikan panah-panah asmara kemudian membuatnya berbunga-bunga kelak. Rima yang manis, rambut ikal sebahu, tinggi semampai, berkulit bersih,  ah apa yang kurang darinya.
            Arjuna adalah laki-laki kesekian yang mengharap cinta Rima. Rizky yang agresif, sering datang ke rumah dan membawakan kebab, camilan kesukaannya. Zulfan yang senantiasa ingin mengulurkan tangannya perihal tugas sekolah, hingga membuat Rima tersinggung. Sebab Rima tidak termasuk siswa pas-pasan kemampuan akademiknya. Mereka hanyalah laki-laki yang terang-terangan menunjukkan keinginannya. Entah siapa yang secara diam-diam juga punya hasrat sama tapi tak kesampaian.
            “Lagi suntuk ya Rim?” ledek Lia tetangga sebelah rumah. Dia baru saja pulang dari kegiatan sekolah.
            “Ah...eh ... enggak,” Rima terperanjat lalu buru-buru memperbaiki sikapnya yang manyun.
            Padahal satu kali pun Rima tidak pernah memberikan nomor ponsel. Kembali pikirannya merutuk pada sikap Arjuna begitu dirinya kembali seorang diri. Barulah dia tersadar, mudah bagi laki-laki itu mendapatkan nomor ponselnya. Melalui RT, kelurahan, atau dari data administrasi lain. Bahkan berpapasan berusaha keras membentengi diri agar laki-laki ceking itu tak menegurnya. Yang terjadi seperti yang diharap, Ajuna hanya memandangi paras wajahnya yang putih, namun jutek.
            Kisah Arjuna segera berlalu begitu ponsel berbunyi untuk kedua kali dan itu dari sahabatnya. Ditumpahkan segala uneg-uneg. Namun tidak seperti yang diharapkan, sesaat setelah teman sebangkunya memberikan jawaban soal.
            Kau tak perlu terus-terusan menghindar. Coba selami. Terbuka, Rim
            Saat itu juga ponsel ditutup dan langsung masuk ke rumah. Rima mengerjakan soal dengan hati jengkel.
@@@
            Hari-hari terakhir,hati Rima tak menentu.Dia sendirian semenjak teman sebangkunya ikutan merutuki sikapanya yang tidak membuka diri terhadap Arjuna.
            “Kenapa sih langsung menolak? Kamu belum tahu isinya. Sebagai sahabat aku tidak mau kau menyesal kelak karena dia sudah keburu disambar gadis lain,” sergah teman sebangkunya suatuketika.
Tahuapa dia, mengharuskan aku mencoba menyelami hati Arjuna. Cinta itu datang dari pandangan pertama. Dan tak perlu dipaksa jika memang harus sendiri. Bukannya dari seringnya bertemu kemudian lama-lama menjadi suka. Mentang-mentang dia orang Jawa, ngutip pepatah Jawa, tresno jalaran soko kulino. Buktinya beberapa kali berpapasan malah membuat badan  kemudian panas.Tak sedikit pun ada getar.
Mungkin Rima yang terlalu keras kepala.
Kali ini Rima duduk-duduk manja di bawah pohon sirkaya depan rumahnya, kebiasaan yang lama tak dilakoni semenjak hujan berhari-hari mengguyur. Entah sore ini, sepertinya hujan sedang mempersilakan Rima untuk menikmati sore, setelah tadi turun begitu deras. Langit terang walaupun sedikit awan bergerombol di atas sana. Sedikit menghibur hatinya. Terasa Rima mendapatkan teman baru dari sesuatu lain dengan adanya suasana yang berbeda. Angin mengayun rambutnya yang bergelombang. Udara sejuk mengingatkannya situasi kontras saat musim panas mengganas begitu lama.
Keindahan sore terganggu dengan lintasan seseorang yang justru sedang dihalau. Langkah Arjuna membelok di rumah sebelah membuat Rima dapat memandang dengan jelas. Tak sengaja pandangannya mengarah ke rumah Lia sambil menyelonjorkan kaki,  menghilangkan penat. Kini gangguan itu tak hanya matanya tapi merambah ke pikiran.
Untuk apa Arjuna ke rumah Lia. Kalaupun ingin menemui saudara lelaki Lia, bukankah mereka sedang tidak berada di sini, tetapi kuliah di luar kota? Lia juga tidak satu sekolah dengan Arjuna.
Walaupun satu tingkat, Rima, Arjuna, dan Lia tidak pernah saling berhubungan, termasuk urusan sekolah. Mereka hanya sebatas tetangga dan bertegur sapa saat bertemu. Hanya belakangan karena tak berkehendak di hati, sikap Arjuna tak diterima Rima.
Tapi benarkah tak berkehendak di hati? Kali ini Rima benar-benar terusik. Tanda tanya mengapa Arjuna tak hanya sekali datang ke rumah Liapada kemudian hari terus menghantui. Yang membuat tak disangka karena gadis yang didekati adalah tetangga sebelah rumahnya. Hal yang akan dilihatnya di depan mata bila sesuatu yang tak disangka bakal terjadi. berbeda dengan Zulfan, Rizky dan entah siapa lagi. Rima bisa menghindar.
Diam-diam dia menyesali sikapnya selama ini. Kalau saja waktu boleh berulang....
Kelak Arjuna tak bakal ditolak lagi. Siasatnya mendekati Lia yang sengaja direncanakan keduanya,  berhasil mengelabuhi Rima. Arjuna sungguh laki lucky.
@@@

Cerpen remaja ini pernah terbit di koran Padang Ekspres, Minggu 15 Desember 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar