Iis Soekandar: Sekelumit tentang "Kembang Manggar"

Rabu, 31 Oktober 2018

Sekelumit tentang "Kembang Manggar"






         Cerita ini berawal ketika saya teringat pernyataan seorang teman bahwa anak-anak perlu diberi pembelajaran mencari uang. Gunanya agar mereka tidak meminta uang dengan mudah. Sebab mencari uang tidak semudah mereka meminta.
            Ide cerita itu saya kembangkan saat Balai Bahasa Jawa Tengah mengadakan seleksi menulis cerita anak bagi penulis-penulis berdomisili di Jawa Tengah. Karena menulis cerita anak, seperti biasa saya berdiskusi dengan orang-orang sekitar yang lekat dengan anak-anak usia SD. Sebab ada hal yang mengganjal. Bolehkah anak-anak disuruh bekerja mencari uang?
            Setelah wawancara dengan beberapa orang, mereka mengatakan tidak menjadi masalah. Sebab hal ini termasuk pendidikan karakter. Apalagi barang yang dijual dekat anak-anak, yaitu kembang manggar. Agar terkesan natural ide mencari uang mereka sendiri yang mencetuskan. Hasilnya penjualan itu akan disumbangkan kepada anak-anak yang kurang beruntung di panti asuhan.


              Tantangan tidak hanya dari menciptakan pendidikan karakter, tetapi jumlah halaman yang tidak biasa membuat saya juga harus berpikir membuat cerita tidak terkesan bertele-tele, pembaca asyik sepanjang membaca, sekaligus memetik hikmahnya. Sebab jumlah yang diminta antara 6-10 halaman A4. Tentu bukan hal biasa membuat cerita anak hingga sepanjang itu. Biasanya cerita anak panjang halaman kira-kira tiga halaman A4.  
            Tradisi Dugderan saya jadikan sebagai latar cerita ini. Dugderan adalah tradisi di Semarang menjelang puasa Ramadan dengan ikon terkenal warak ngendhog. Seminggu sebelum puasa Ramadan, di alun-alun diadakan keramaian. Ada banyak permainan anak-anak, dijual pula mainan anak-anak terbuat dari gerabah dan celengan. Dalam even ini saya sisipi anak-anak menjual kembang manggar. Kembang manggar hasil dari tugas SBK. Agar tidak terbuang percuma, selesai dinilai dikumpulkan kemudian dijual. Dari sini mereka belajar bagaimana susahnya orangtua mencari uang.


          Akhirnya tulisan sederhana berjumlah sembilan lebih atau hampir sepuluh halaman A4 berhasil bermuara di Balai Bahasa Jawa Tengah. Saya bertemu dengan penulis-penulis keren saat launching buku antologi. Selamat membaca bagi yang mendapatkan bukunya, semoga suka dan berguna!
@@@

7 komentar:

  1. Keren, Mbak Iis. Ide dan pengembanganya sesuai. Ada pesan moralnya, ada info soal acara Warak Ngendok.

    Soal acara launching buku dan bertemu penulis keren lainnya bisa juga ditulis di blog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Kak Bambang Irwanto sudah mampir. makasih juga masukannya. Baik akan saya tindak lanjuti.

      Hapus
  2. Nggak sempat ngobrol kemarin ya Mbak. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kopdarnya kurang lama. Pas hari kerja sih

      Hapus
    2. Iya, kopdarnya kurang lama. Pas hari kerja sih

      Hapus
  3. Tapi bukunya nggak dijual bebas, ya, Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak dijual, Mbak Git. Tapi kalau minta malah boleh. Karena memang tidak dijualbelikan.Apalagi kalau Mbak punya komunitas bergerak di bidang literasi, semacam perkumpulan seniman... diprioritaskan. Saya sedang menunggu cetakan kedua untuk perpus di sekolah, Mbak.

      Hapus