Iis Soekandar: Mengapa Dimas Tak Menjawab Pesan?

Sabtu, 01 Oktober 2022

Mengapa Dimas Tak Menjawab Pesan?

                                                       

“Dimas, kemarin Bu Naning memberi tugas apa? Waktu itu ponsel mamaku tiba-tiba layarnya tidak menyala. Untung siang ini sudah diperbaiki, jadi bisa kupinjam” tanya Galuh kepada sahabatnya melalui Whatsapp. Namun, Dimas tidak segera menjawab. Mungkin dia sedang tidur siang.

Bu Naning, wali kelas mereka, mengadakan pertemuan seminggu sekali melalui aplikasi google meet. Kemudian, tugas-tugas dikumpulkan setiap hari Sabtu.

Hingga sore hari, Dimas tidak menjawab. Galuh akan datang ke rumahnya. Namun, pintu rumahnya tertutup saat Galuh sengaja lewat di depannya. Di samping itu, tidak ada seorang pun anggota keluarganya di luar.

                                                                   

ilustrasi: Bobo

Mungkinkah Dimas dan keluarganya pergi? Bukankah ia bisa menjawab di mana saja walaupun tidak berada di rumah? Terpaksa Galuh pergi ke rumah Hilda.

“Hil, ada tugas apa saja dari Bu Naning?” tanya Galuh kepada Hilda. Galuh menjelaskan mengapa hari Senin tidak hadir secara virtual.

“Kita disuruh mengerjakan modul matematika halaman 27 dan 28. Lalu, IPS masih melanjutkan tugas minggu kemarin. Karena teman-teman kita banyak yang belum mengerjakan. O iya, kita diminta mengumpulkan tanaman gantung untuk penghijauan sekolah,” jelas Hilda panjang lebar.

“Terima kasih banyak, Hil. Aku akan mengerjakan tugas-tugas itu,” jawab Galuh.

Tidak lama setelah mencatat tugas-tugas, Galuh pulang. Pandemi belum berakhir. Lebih baik berada di rumah kecuali ada hal-hal penting. Saat melewati rumah Dimas, pintu rumahnya masih tertutup. Bahkan, pagarnya juga tertutup. Biasanya, karena papanya bekerja di rumah, pintu pagarnya terbuka.

Keesokan hari, ketika sarapan bersama di ruang makan, mama Galuh memberi kabar tentang keluarga Dimas.  

“Ternyata keluarga Pak Herman terpapar virus COVID-19,” ungkap mama Galuh sedih.

“Lalu Dimas bagaimana, Ma?” tanya Galuh dengan spontan.

“Pak Herman, Bu Herman, Dimas, dan kedua kakaknya terpapar semua,” jelas mama Galuh.

Pantas saja rumah mereka tutup sejak kemarin. Bahkan, pesan Galuh pun tidak dibalasnya.

Siangnya, Bu RT memberi kabar agar semua warga membantu keluarga yang sedang isoman atau isolasi mandiri. Secara bergiliran, setiap keluarga di kampung ini akan menyumbang makanan untuk keluarga Dimas.

Mendengar kabar itu, Galuh juga tergerak hatinya untuk membantu Dimas. Lalu, ia menghubungi Hilda dan Intan. Intan adalah sahabat Hilda. Galuh, Dimas, Hilda, dan Intan selain teman sekelas, juga tetangga satu kompleks.

                                                                                     

                                                                              ilustrasi: Bobo

Sore ini, Galuh, Intan, dan Hilda bertemu secara virtual. Galuh yang mengundang mereka melalui google meet. Lalu Intan dan Hilda bergabung.

“Yuk, kita dukung Dimas agar tetap bersemangat. Dengan demikian, ia bisa cepat sembuh dan sekolah lagi,” ajak Galuh.

“Aku setuju sekali! Aku akan membuat makanan kesukaan Dimas,” ungkap Hilda.

“Aku akan membeli buku fiksi. Dia juga suka membaca buku. Nanti aku cari di toko online,” usul Galuh.

“Sebagai hiburan, aku akan membelikan dia mainan ular tangga. Dia bisa bermain dengan kedua kakaknya di rumah,” ungkap Intan.

Setelah menemukan kesepakatan, masing-masing undur diri. 

Suatu saat Galuh berkirim pesan kepada Dimas menanyakan kabar. Dimas menjawab baik-baik saja. Dia dan keluarganya hanya perlu isoman. Dimas pun menerima tawaran Galuh untuk bertemu secara virtual. Maklumlah, lama mereka tidak bertemu. Mereka ingin tahu keadaan Dimas.

                                                                  

ilustrasi: Bobo

“Hai, Dimas, apa kabar?” tanya Intan.

“Dimas, kamu baik-baik saja, kan?” sambung Hilda tak sabar.

“Aku baik-baik saja, teman-teman. Aku berterima kasih atas dukungan kalian. Aku suka kue combro buatan Hilda. Untuk mengisi waktu luang, aku membaca buku petualang pemberian Galuh. Wah, seru ceritanya. Terima kasih juga permainan ular tangganya Intan. Aku bermain ular tangga bersama kedua kakakku,” ungkap Dimas.

“Syukurlah, kamu tampak sehat!” tukas Galuh.

“Kata Papa, jika kita sedang ditimpa penyakit, sebetulnya delapan puluh persen penyembuhannya, ada pada diri kita sendiri. Yaitu, dengan berpikir positif dan bersenang-senang. Jadi, obat hanya menyembuhkan dua puluh persen. Kami sekeluarga mengikuti saran Papa itu,” tutur Dimas dengan penuh semangat.

Mereka senang mendengar penjelasan Dimas. Setelah puas bertemu secara virtual, mereka berpisah.

Setelah isoman beberapa lama, akhirnya Dimas dan keluarganya sehat kembali. Bu Naning dan teman-teman senang karena Dimas dapat kembali mengikuti pelajaran.

@@@

Cerpen ini pernah terbit di majalah Bobo, 22 September 2022


 


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar