tempat wisata Geblek Pari, Kulon Progo, DIY
Dua
ribu dua puluh lima adalah tahun keseriusan saya menjalani kehidupan sebagai
penulis. Awalnya saya ragu-ragu, apakah saya mampu menjalaninya. Keraguan itu
berkaitan dengan dua hal: finansial dan pertemanan. Tapi kalau tidak saya mulai
segera, kapan saya akan memulainya. Karena untuk meninggalkannya, tidak
mungkin. Kegiatan menulis telanjur menjadi kebutuhan, laiknya makan dan minum.
Cara
mengantisipasi jika saya menemui masalah dengan mendatangi pengajian-pengajian,
sesering waktu saya miliki. Saya tinggal di daerah, yang setiap waktu ada tempat-tempat
mengadakan pengajian, selain di masjid dan musala. Di sanalah bimbingan-bimbingan
gratis diberikan oleh Pak Ustaz dan Bu Ustazah, berkaitan masalah-masalah yang
saya hadapi, termasuk sikap dalam menghadapi dunia kepenulisan. Bimbingan-bimbingan
itu selalu berdasarkan syariat-syariat. Sekalian saya belajar dan memahami,
sekaligus menjalankan ajaran-ajaran agama. Dan benar, Islam agama untuk
kesejahteraan ummat dan kitab suci Al-Qur’an lengkap, mambahas kehidupan dalam
semua aspek.
Saya
diceritakan sirah atau riwayat nabi-nabi. Karena nabi juga manusia yang juga
makan dan minum, dan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup lain. Hal sepele
namun berarti, ketika ‘rezeki tidak selalu berupa uang’ saya dapatkan, yang sebelumnya
sebagai slogan. Suatu ketika saya menginginkan makanan, dan itu makanan spesifik,
saya diberi teman saat kongko di luar masjid menunggu waktu salat. Padahal makanan
itu sulit saya dapatkan di warung makan. Pernah juga saya mendapatkan makanan
dari tetangga, saat duduk menonton televisi. Bahkan ketika saya membutuhkan
buku-buku tulis dan alat-alat tulis untuk kegiatan kepenulisan, saya mendapatkan
secara gratis. Saya tidak perlu bekerja mendapatkan semua itu, dan tidak ada
sesuatu kebetulan. Lalu tuntunan berpuasa, yang sebelumnya saya lakukan hanya
puasa wajib dan puasa setahun sekali, dan sulit saya bayangkan sebelumnya bahwa
saya mampu menjalaninya. Dan saya dimudahkan menjalaninya. Begitupun ketika
finansial saya cukup untuk diri sendiri, saya tetap diberi kesempatan memberi
orang lain ketika saya mendapat barang tapi saya tidak membutuhkannya. Karena berbuat
baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
Saya
pernah mendengar ceramah dari Pak Ustaz, bahwa, kebahagiaan sesungguhnya jika
kamu tidak membutuhkan siapa-siapa, dalam arti teman fisik.
Dan
itu terjadi pada diri saya.
Menjalani
kegiatan kepenulisan siap hidup seorang diri. Untuk riset tempat dan suasana,
menemui narasumbur, maupun menulis atau mengetik, yang semua itu tidak terikat
waktu, menjadikan kepenulisan tidak seperti kegiatan-kegiatan lain, yang berjalan
dalam waktu tertentu, dan ada batasan-batasannya. Terkadang saya bekerja ketika
orang-orang istirahat; saya liburan ketika orang-orang bekerja, begitupun
sebaliknya, dan seterusnya. Tapi justru itulah yang saya suka. Saya bekerja
secara fleksibel. Saya bisa bekerja sepuas saya inginkan, begitu pun ketika
saya istirahat, biasanya setelah target selesai, juga sepuasnya.
Saya
tidak merasa kehilangan teman-teman fisik. Saya justru senang, tidak merasakan
kecewa, ketika teman yang saya tunggu, lama baru datang, misalnya, atau diingkari
karena ternyata ia tidak datang, dan perasaan-perasaan tidak menyenangkan lain.
Saya bertemu teman-teman fisik biasanya ketika kami ada acara, atau bertemu
rutin jika mereka teman satu berkumpulan. Sebaliknya, era digital, saya
mendapatkan teman-teman dumay. Seringkai unggahan-unggahan mereka membuat saya:
bangun kala jatuh, berjalan kala terhenti, tersenyum kala menangis, berdiri
kala tumbang, berteman kala seorang diri, dan punya harapan kala hampir putus
asa. Terima kasih untuk pertemanan-pertemanan ini.
Selebihnya,
saya bersenang-senang, mengeksplor ide-ide, selanjutnya, mungkin saya harus mengamati
tokoh melalu orang-orang lewat atau orang-orang yang saya jumpai, membuat blue
print, dan kegiatan-kegiatan kepenulisan lain, yang intinya, untuk
menghasilkan karya bagus: cerpen. Dunia menjadi milik saya: pagi, siang, sore,
malam.
Allah,
terima kasih untuk masa-masa indah sepanjang tahun 2025. Saya belum tentu mendapatkannya
kembali tahun-tahun mendatang. Materi seringkali membuat orang lengah. Dan, kalaupun
itu tejadi pada diri saya kelak, cukuplah karena saya lupa, bukan lalai.
@@@

Tidak ada komentar:
Posting Komentar