Sore
itu Ruli sedang membersihkan kebun. Disapunya sampah-sampah dengan sapu ijuk.
Kebun yang asri itu bunga-bunganya sedang bermekaran.
“Ada
paket, buat kamu, Rul,” kata bundanya sambil membawa bungkusan ke kebun
belakang rumah. Bungkusan itu lalu diletakkan di atas meja yang ada di kebun.
“Iya, Bun,” jawab Ruli sambil
menyapu.
Kemudian, Bundanya kembali masuk ke
rumah. Setelah kebun bersih dari sampah-sampah, Ruli mencuci tangan dan menghampiri
bungkusan itu.
“Wah, ini apem comal dari Bi Siti.
Asyik ...” ungkap Ruli senang. Ruli langsung membuka bungkusnya dan menikmati
apem comal.
Begitulah Ruli jika rindu Bi Siti.
Dia memesan apem comal, makanan khas daerah Comal, Pemalang, Jawa Tengah,
tempat tinggal Bi Siti. Kemarin Ruli meminta Bundanya mentrasfer uang sesuai
harga apem comal ditambah ongkos kirim kepada Bi Siti.
ilustrasi dari Bobo
Bi
Siti pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga di keluarga Ruli. Setiap kali kembali
dari desa, Bi Siti selalu membawa apem comal. Sayang, pandemi melanda negeri
ini. Bi Siti diminta pulang ke desa oleh suami dan anaknya. Mereka khawatir Bi
Siti ikut terpapar virus. Sebagai gantinya, Ruli membantu bunda mengerjakan
pekerjaan rumah, di antaranya membersihkan kebun. Setiap hari, Ruli di rumah
karena pembelajaran daring.
Kini, kalau ingin makan apem comal,
Ruli harus memesan pada Bi Siti. Sekaligus untuk mengobati rindu kepada Bi Siti.
Apem comal rasanya gurih dan manis. Bahan utamanya dari santan, tepung beras,
dan gula merah. Warnanya merah kecoklatan.
“Ruli, kamu makan apa?” tanya Kakeknya
lalu duduk di sebelahnya.
“Ini, Kek, apem comal. Ayo, Kek,
sekalian makan!” jawab Ruli sambil makan dengan lahap.
Kakek pun mengambil apem comal dan
menikmatinya.
“Kamu ingin melihat duplikat apem comal?
Besok malam Kakek beri tahu,” ungkap kakek. Tentu saja Ruli penasaran.
“Memangnya ada duplikat apem comal? Kenapa
mesti menunggu besok malam, Kek?” ulang Ruli. Kakek tetap tidak menjelaskan
karena sengaja membuat cucunya itu penasaran. Ruli disuruh menunggu besok
malam.
@@@
Hari berikutnya, Ruli menagih Kakek
agar memperlihatkan duplikat apem comal seperti janjinya. Malam itu, Kakeknya meminta Ruli ke kebun belakang
rumah. Kebun itu hanya ditanami tanaman-tanaman berbunga sehingga dapat melihat
langit dengan lapang.
“Kamu lihat ke langit!” pinta Kakeknya.
“Wah, bulannya bundar, warnanya
merah kecoklatan. O iya, malam ini sedang terjadi gerhana bulan,” ungkap Ruli
baru teringat. Beberapa hari lalu gurunya mengatakan bahwa malam ini ada
gerhana bulan. Untuk itu, para murid diminta menyaksikannya.
ilustrasi dari Bobo
“Bulat, merah
kecoklatan seperti apem comal, kan,” jelas kakek.
“Benar, Kek, bulat sempurna,
warnanya merah kecoklatan, seperti apem comal. Padahal, biasanya bulan purnama
warnanya putih,” tutur Ruli yang takjub melihat gerhana bulan total.
“Kamu tahu, mengapa terjadi gerhana
bulan? Itu karena raksasa jahat bernama Betara Kala memakan bulan. Makanya,
masyarakat pada zaman dulu diminta menabuh lesung padi. Lesung padi sebagai
jelmaan jasad Betara Kala agar raksasa jahat itu memuntahkan bulan,” cerita
kakeknya.
“Itu mitos, Kek,” sanggah Ruli.
“Masa?”
ilustrasi dari Bobo
“Gerhana
bulan terjadi karena matahari, bumi, dan bulan terletak pada satu garis lurus. Gerhana
bulan kali ini, jarak bulan paling dekat dari bumi. Makanya, bulan yang kita
lihat sekarang lebih besar dari biasanya. Ini gerhana bulan istimewa,” jelas
Ruli.
“Wah, cucu Kakek pandai,” ungkap Kakek.
Kemudian,
Ruli menjelaskan dengan ilmu pengetahuan yang dia peroleh dari sekolahnya.
“Orangtua Kakek dulu tidak punya biaya
untuk menyekolahkan Kakek. Makanya, sekolah Kakek hanya sampai kelas 2 SD,”
cerita kakek.
“Syukurlah, sekarang ada sekolah
gratis sampai 12 tahun. Omong-omong, apem comal dari Bi Siti masih dua buah,
Kek. Tadi Ruli simpan di kulkas. Ruli ambil dulu, nanti kita makan bersama,”
ajak Ruli.
Mereka pun menikmati apem comal
sambil melihat gerhana bulan.
@@@
Cerpen
ini pernah terbit di majalah Bobo, 30 Desember 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar