Iis Soekandar: Cernak

Minggu, 24 Juni 2018

Cernak


Kue Lebaran Buat Tika


Bagi Tika dan keluarganya, Lebaran tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tika, mama, dan papa menemani nenek selama liburan di kampung. Sebab kakek meninggal beberapa bulan lalu. Biasanya mereka berkunjung ke rumah nenek hanya sehari.
            “Hai...,” sapa Tika kepada seorang anak yang melewati rumah nenek. Tika berada di luar pagar rumah. Tika sendirian dan ingin mencari teman.
            “Hai juga. Kamu kan cucunya Nek Rahma,” ungkap anak itu.
            “Iya, mainlah kemari!” ajak Tika.
            Anak itu menurut. Kemudian mereka saling berkenalan. Ternyata namanya Nina. Mereka duduk santai di teras sambil menikmati hidangan kue-kue Lebaran.
            “Wah, kue ini enak sekali, rasanya asin,” kata Nina sambil manggut-manggut.
            “Itu namanya castengel. Rasanya asin karena ada campuran kejunya,” jawab Tika.
            Selain castengel, ada juga tarnas berbentuk seperti keranjang. Lalu kue berbentuk pipih, namanya lidah kucing. Sedangkan kue berbentuk bulan sabit yang ditaburi dengan gula halus, namanya putri salju. Semua kue itu buatan mama Tika. Nina menyukai semua kue yang disajikan.
Setelah puas menikmati kue Lebaran dan segelas es sirup, Nina izin pulang.
            “Maaf, aku pulang dulu. Sebetulnya aku sedang disuruh bundaku ke warung,” ungkap Nina.
            “Oh, maaf. Pasti bundamu sedang menunggu di rumah.”
            Nina pun buru-buru pergi ke warung.
@@@
            Sore hari Tika kembali berdiri di depan pagar rumah. Tika berharap bertemu dengan Nina lagi. Sebetulnya dia bisa meminta petunjuk letak rumah Nina kepada nenek. Tapi Tika sungkan karena baru saja mengenal Nina.
            Keesokan hari ketika Tika akan membuang sampah, Nina lewat depan rumah nenek.
            “Nina, kamu mau ke mana?”  tanya Tika.
            “Aku mau ke warung membeli tepung,” jawab Nina.
            “Wah, pasti bundamu akan membuat kue Lebaran lagi. Kue-kue bikinan bundamu lezat-lezat hingga kehabisan,” tebak Tika senang.
            Nina hanya tersenyum.
          “Oya, bagaimana kalau aku ganti ke rumahmu. Lalu mencicipi kue-kue Lebaran bikinan bundamu,” usul Tika.
            “Mm ... tapi jangan sekarang ya. Aku sedang membantu bunda memasak,” jawab Nina.
            “Baiklah.”
            Setiap hari Tika menunggu Nina lewat. Tapi ketika bertemu dan ingin berkunjung ke rumahnya, Nina melarang. Tika bertanya kepada nenek mengapa Nina demikian.
            “Mungkin waktu itu dia akan berkunjung ke rumah saudara-saudaranya. Ini kan Lebaran. Jika cuma  mau silaturrahmi, mengapa tidak langsung pergi ke rumahnya. Kalau kecele, kamu datang lain waktu. Kamu kan lama liburan di rumah nenek,” saran nenek.
            “Iya, iya.”
            Tika berjanji suatu saat akan berkunjung ke rumah Nina.
@@@
            Suatu sore Tika pergi ke rumah Nina seperti saran nenek. Tika datang tanpa memberitahukan terlebih dahulu.
            Tok tok tok
            “Assalamualaikum,”
            “Walaikumsalam, ayo masuk,”
            Seorang wanita berjilbab membukakan pintu. Ternyata beliau bundanya Nina. Ketika Tika memperkenalkan diri, bunda langsung akrab.
            “Jadi ini cucunya Nek Rahma. Nina bercerita banyak tentang kamu. Bunda panggilkan Nina,” bunda lalu ke dalam.
            Di atas meja, Tika melihat kue-kue di stoples. Ada kue satru yang terbuat dari kacang hijau, opak gambir, lanting, dan ada satu lagi kue yang ia tidak mengerti. Bentuknya seperti roda. Satu stoples berwarna hijau muda, satu lagi pink.
            Tidak lama, Nina keluar sambil membawa nampan berisi dua gelas teh.
            “Maaf Tik, bundaku membuat kue-kue tradsional. Tidak seperti di rumah nenekmu. Kuenya lezat-lezat,” ungkap Nina sambil mempersilakan untuk mencicipi.
            “Mengapa kamu bilang begitu? Belum tentu kue tradisional tidak lezat.”    
Setelah mencicipi...
            “Hm, rasanya enak, renyah dan manis,” ungkap Tika ketika mencicipi kue seperti roda berwarna pink.
            “Itu namanya kembang goyang.” Kemudian Nina menerangkan mengapa dinamakan kembang goyang. Sebab ketika menggoreng harus digoyang-goyang hingga telepas dari cetakannya.
            “Benar kan, Nin, kue tradisional tidak kalah enak dengan kue modern,” jelas bunda kepada Nina. Ternyata di dalam, bunda mendengar semua pembicaraan keduanya.
            “Jadi selama ini kamu menolak aku ke mari karena malu. Bundamu benar, kue tradisional tidak kalah lezat dengan kue modern,” jelas Tika sambil menikmati kembang goyang.
“Kalau Tika mau, Bunda kasih. Kebetulan Bunda masih menyimpan. Tempo hari bunda membuat lagi karena kehabisan. Banyak tamu yang suka kembang goyang.”
Tentu saja Tika tidak menolak kue Lebaran buatan bunda itu. Bunda masuk tidak lama kemudian keluar dengan membawa sekantung plastik kembang goyang. Sejak saat itu Nina tidak malu lagi. Nina senang Tika datang dan menikmati kembang goyang karena di rumah neneknya tidak ada.
                                                                        @@@ 
Cernak ini pernah dimuat di harian Solopos, Minggu, 24 Juni 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar