Iis Soekandar: Esai

Kamis, 06 Juli 2017

Esai

Arak-Arakan Semarakkan Takbiran

Oleh: Iis Soekandar


    Kami berbahagia tinggal di kompeks yang masyarakatnya menganut agama Islam yang kuat. Sehingga setiap hari besar Islam selalu dimeriahkan. Di antaranya saat Lebaran tiba.
     Dalam penanggalan Hijriah pergantian tanggal dan hari setelah pukul 6 malam. Berbeda pada penanggalan Romawi berganti baru pukul tengah malam. Maka setelah puasa Ramadhan memasuki hari terakhir, tepatnya setelah buka puasa terakhir, malam Lebaran pun tiba.
     Malam Lebaran terkenal pula dengan malam takbir. Sebab pada saat itu disunnahkan mengucapkan kalimat takbir. Di daerah kami malam takbir adalah saat yang ditunggu-tunggu. Sebab malam itu kami akan melihat arak-arakan. Arak-arakan tidak hanya menampilkan anak-anak kecil berkeliling kompleks sambil mengumandangkan kalimat takbir dan menabuh bedug, sebagaiman yang terjadi di daerah lain pada umumnya.
     Hal yang istimewa dari arak-arakan itu karena dipamerkan hasil kreasi dari masyarakat setempat. Sebagaimana yang terlihat pada karnaval menyambut hari Kemerdekaan RI. Hanya kali ini lebih bernuansa agamis. Kampung-kampung di seputar kompleks diminta partisipasi membuat hasil karya. Setiap hasil karya didanai sebesar Rp 350.000,00 oleh masjid tempat kami bernaung. Tentu tidak menutup kemungkinan mereka nombok bila biaya yang dibutuhkan melebihi dari sumbangan dana. Tim kreatif dari setiap kampung tentu berlomba ingin menyumbangkan hasil terbaik untuk memeriahkan malam takbir. Mereka harus bekerja keras, apalagi waktu yang diberikan tahun ini hanya dua hari.
      Hasil kreasi itu ada yang berupa replika masjid, sebagaimana yang dibuat oleh tim kreatif dari kampung tempat saya tinggal. Tim kreatif membuat replika berbentuk masjid, sebagai lambang pusat peribadatan umat Islam. Bahan utamanya dari styrofoam kemudian di pinggir masjid dihiasi dengan tanaman dan rerumputan dari bahan plastik. Penampilan masjid menjadi hidup setelah ditambah lampu di sana sini. Maka untuk menghidupkan lampu, mereka harus menyediakan genset selama arak-arakan berlangsung.
      Hasil kreasi dari kampung-kampung lain ada yang berupa boneka doraemon, boneka seorang Bigbos yang sedang memegang tasbih, mungkin sebagai perwujudan keinginan dari masyarakat agar orang kaya selalu bertasbih dan selalu ingat kepada Tuhan, sehingga tidak melakukan tindakan asusila, seperti mengorupsi uang rakyat. Ada juga boneka warak, binatang yang menjadi ikon kota Semarang yang selalu dimeriahkan menjelang puasa Ramadhan tiba. Lalu bangunan bulan sabit dengan tulisan Al Asmaa Ul Khusna di dalamnya, dan tentu semua boneka dan bangunan itu dalam ukuran besar.
     Hasil kreasi itu diarak dari kampung masing-masing lalu berhenti di alon-alon masjid dengan iringan gema takbir dan kembang manggar. Masyarakat pun berkumpul menunggu hasil kreasi yang beraneka ragam. Zaman yang semakin maju tidak kami sia-siakan. Berbagai android dengan beragam harga dari yang mahal hingga terjangkau, membuat kami banyak pula yang memiliki. Jadi kami tidak hanya menonton, melainkan juga selfie-selfie di depan hasil kreasi sebelum mereka di arak keliling kompleks.
     Tidak hanya anak-anak, remaja, orang dewasa, dan orangtua berkumpul untuk menyaksikan arak-arakan. Bahkan banyak pula masyarakat dari luar kompleks yang hadir dan ikut memeriahkan. Sebagian dari mereka ikut berjalan mengikuti arak-arakan.
     Sebelum keliling kompleks, terlebih dahulu diawali sambutan dari takmir masjid. Setelah itu letusan petasan terdengar beberapa kali. Barulah arak-arakan mulai berjalalan. Mereka berjalan seputar kompleks. Sedangkan bagi penduduk yang enggan datang ke alon-alon masjid, cukup menunggu di depan kampung atau di pinggir-pinggi  jalan hingga arak-arakan lewat.
     Sambil melantunkan takbir, tabuhan bedug, kami berjalan mengarak hasil kreasi. Gema tekbir pun terdengar dimana-mana. Tidak hanya kami yang mengikuti arak-arakan, yang berdiri di depan kampung dan pinggir-pinggir jalan juga ikut bertakbir. Kami berjalan mengelilingi kompleks dengan penuh suka cita. Apalagi khusus bagi anak-anak kecil setelah berkeliling dibagikan snack dan air mineral.
     Ada sesuatu yang hilang dalam hati, saat tanpa kami sadari, langkah kaki menapaki kembali alon-alon masjid. Itu berarti kami harus menunggu satu tahun ke depan untuk kembali menikmati arak-arakan dengan hasil kreasi.
@@@
Esai ini terpilih sebagai pemenang cong ad edisi harian, lomba blog cerita Lebaran, Kompas Klasika, dimuat 30 Juni 2017 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar