Book
Fair 2025 sepi pengunjung ketika saya tiba di halaman Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Beberapa petugas, lelaki-perempuan,
sibuk menata buku-buku, menghitung dengan kalkutalor dari buku catatan, memindahkan
buku-buku ke tempat semestinya, dll. Aroma masakan tercium dari pedagang di
sisi kiri arena. Sesekali angin dingin melintas walau matahari sejak pagi tadi
bertengger di atas sana.
Saya
sengaja datang awal, agar leluasa mencari buku yang saya inginkan. Langsung saya
datangi buku-buku novel. Dari barisan buku-buku itu, tidak satu pun saya temui
yang saya mau. Kesabaran saya hilang dan nyaris pulang, sebelum saya melihat
buku berwarna suram, pada barisan terakhir. Hati saya langsung berujar, sebelum
buku itu saya ambil, lalu pulang, untuk segera membacanya: “Akhirnya, kutemukan
pengarang idola: Gabriel Garcia Marquez.”
Dari
kovernya (gambar dan judul), saya menebak isinya banyak berisi adegan cabul. Namun,
mengacu nama besar pengarangnya, sebagaimana ditulis lebih besar dari judul
buku, cerita ranjang tidak akan ditulis laiknya ‘barang ecek-ecek’.
Cerita
dibuka dengan keinginan lelaki, mantan jurnalis, yang masih dipercaya mengisi
kolom seminggu sekali, menghadiahi dirinya, tepat pada hari ulang tahunnya
ke-90, dengan menghabiskan malam percintaan liar bersama remaja perawan. Ia menelepon
kenalannya, wanita pemilik rumah bordil. Lalu kenalannya itu memberinya gadis miskin
dari piggiran, usia 14 tahun.
Dari
bab kedua (lelaki itu mulai bertemu sang gadis) hingga bab akhir, dugaan saya
meleset. Tak satu pun terjadi adegan ranjang, walaupun keduanya berada dalam
satu kamar. Kenalannya itu memberi obat penenang karena gadis itu baru saja
mengalami kejadian buruk, yang ini bisa mengganggu hubungannya dengan lelaki
itu. Nahas, obat itu kelebihan dosis. Ia tidur terlelap hingga keesokan hari,
saatnya sang mantan jurnalis menyiapkan karyanya. Begitulah malam-malam sama, namun
demikian cukup membuat lelaki itu menemukan cintanya. Ia menulis dengan penuh
cinta. Karyanya terasa berbeda dari biasanya. Hingga pengunduran dirinya
berhenti menulis kolom ditolak, sebab ia masih bisa menyajikan karya bagus.
Kalimat-kalimatnya
ditulis panjang-panjang. Namun saya tidak terengah-engah, karena setiap frasa ringkas
sehingga mudah dipahami. Dari novel sebanyak seratus empat puluh tujuh halaman,
hanya beberapa kalimat dialog ditulis secara konvensional: diapit dengan tanda petik.
Selebihnya kalimat-kalimat dialog ditulis secara narasi. Saya tidak bingung,
sebaliknya, justru terkesan, itulah keunikan karya ini.
Terlepas
cerita seorang lelaki 90 tahun ingin menghabiskan malam percintaan liar bersama
remaja perawan, pada hari ulang tahunnya, lebih jauh cerita ini berkesan bahwa
dengan cinta, keinginan apapun bisa diraih, entah cita-cita, harapan, pekerjaan,
dll. Cinta memberi kekuatan magis yang mampu menggerakkan sesuatu sulit tanpa
diduga.
Sebagai
rangkuman, sekaligus motivasi, jelang halaman terakhir, ditulis: Kehidupan
bukanlah sesuatu yang berlalu begitu saja bagaikan sungai Heraclius yang selalu
berubah, melainkan adalah sebuah kesempatan unik untuk membalikkan panggangan
dan menjaga panas di sisi lain, selama manusia hidup.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar