Dingin
amat terasa, beberapa hari terakhir. Di luar, matahari masih setia memancarkan
sinarnya. Tak ada satu pun pedagang mangkal, begitupun anak-anak yang biasa
bermain, mungkin karena libur sekolah telah usai.
Saya
biasa menghabiskan sore dengan bersih-bersih rumah, sembari mendengarkan
berita-berita televisi. Sesekali saya melihat tayangannya jika ada yang
menarik. Saya saklek pada satu stasiun televisi, kecuali Tim Garuda berlaga,
saya pindah televisi lain. Sebab televisi langganan saya itu tidak menyiarkan
pertandingan sepakbola dalam negeri. Berita-beritanya tak melulu hiburan, dan
tak memihak partai tertentu.
Ada
tayangan khusus berita-berita kriminal dari berbagai daerah. Kejadian-kejadian
kriminal seringkali tak bisa dihindari dan menjadi bagian hidup manusia.
Pengalaman mengajari saya agar berhati-hati pada transportasi pribadi. Suatu malam
sehabis Magrib saya akan berkunjung ke rumah teman. Saya menggunakan ojek
daring. Tak biasanya sopir bercerita tanpa jeda sepanjang perjalanan. Ternyata
hal itu untuk mengelabuhi saya dengan menyesatkan jalan. Saya tersadar dan
meminta dia melewati jalan biasanya. Beruntung dia tak melanjutkan niat
buruknya.
Kejadian
itu menghantui saya saat tamasya ke Ambarawa. Penumpang angkot hanya beberapa
orang, dan pada akhirnya tinggal saya. Saya langsung deg-degan begitu angkutan
tak lewat jalan raya,“Lo kok belok, Pak?”
“Kulo
manut mawon, namung riyaya utawa sak lawase, la niku tergantung pemerintahe,”
jelas pengemudi. Ternyata pengalihan jalan itu kebijakan pemerintah, dan tidak
hanya saat Lebaran, mungkin menghindari macet. Jalanan panjang, sepi, sesekali melewati
hamparan pepohonan. Saya lega begitu sampai di tempat tujuan. Ongkosnya sama seperti
saat lewat jalan raya. Sebelum turun sopir memberi saya petunjuk angkot yang
harus saya naiki ketika pulang dan dari arah mana.
Sebelum pulang ke Semarang saya
mampir ke penjual serabi ngampin, makanan khas Ambarawa. Penjual menawari saya
sampel hampir setiap serabi turun dari cetakan, semata-mata untuk memuaskan
pembeli agar tidak kecewa. Jika saya mau mungkin saya mendapatkan serabi satu
porsi gratis. Padahal saya hanya memberi satu porsi di tempat dan satu porsi
saya bawa pulang.
Pelayanan memuaskan juga saya terima
dari penjual leker di Bandungan. Ia menggunakan tungku berbahan bakar arang untuk
memasak. Saya bertanya mengapa ia tidak menggunakan kompor, efisien, dengan
demikian keuntungan yang didapat juga banyak.
“Leker dimasak dengan kompor kalau
dingin tidak enak, berbeda dimasak dengan arang. Walaupun dingin masih tetap
renyah,” jelasnya. Saya segera membayar dan pergi. Saya tidak meremehkan keterangan ibu itu. Saya
tidak berniat membuktikannya. Sebab saya lebih senang makan leker panas,
terlebih berada di daerah dingin seperti Bandungan.
Rumah telah bersih. Tanyangan berita-berita
kriminal berganti berita-berita politik dan peristiwa-peristiwa terkini lain. Di
antara orang-orang mudah bertindak kriminal, sebagian lain tetap memelihara
hati nurani untuk membahagiakan sesama.
@@@